Diposting oleh
Mulya Sasack
on
Sabtu, April 25, 2009
Saat ini, kalau ingin punya mata biru, gampang. Pakai saja lensa kontak warna biru. Tapi sesungguhnya, kenapa ya warna mata orang beda-beda? Orang bule sana banyak yang matanya berwarna biru. Menurut ilmuwan, ternyata orang bertama biru ini punya nenek moyang yang sama. Justru sebenarnya di zaman dulu semua manusia bermata coklat. Lho, kok bisa?
Hans Eiberg dari Department of Cellular and Molecular Medicinen, University of Copenhagen, mengatakan bahwa ada mutasi genetik yang menyebabkan mata berwarna biru. Mutasi ini terjadi sekitar 6000-10.000 tahun lalu. Sebelum itu, belum ada orang yang bermata biru. Mutasi ini melibatkan gen OCA2 yang memnghasilkan melanin, pigmen yang memberi warna pada mata, rambut, dan kulit manusia.
Pihak Ibu
“Mutasi genetik itu memengaruhi gen OCA di kromosom kita dan membuat sejumlah orang tidak bisa memunculkan warna coklat pada mata,” jelas Eiberg. Mutasi tersebut mengurangi jumlah melanin di iris mata, sehingga warna coklat berubah jadi biru. Jika gen OCA2 ini betul-betul tak berfungsi, maka hasilnya adalah orang yang tidak memiliki pigmen sama sekali pada tubuhnya alias albino.
Teori itu lahir dari rangkaian percobaan Eiberg dan timnya pada DNA dari mitokondria sejumlah etnis dengan warna mata biru, yakni Yordania, Denmark dan Turki. Materi genetik yang diturunkan berasal dari pihak keturunan ibu.
Diterjemahkan secara bebas dari Livescience.com Foto:flickr.com
Pernah mendengar istilah hujan buatan? Kebanyakan orang mengartikan istilah hujan buatan adalah hujan yang sengaja dibuat oleh manusia. Sebenarnya istilah hujan buatan tidak dapat diartikan secara harfiah sebagai pekerjaan membuat atau menciptakan hujan, karena teknologi ini hanya berupaya untuk meningkatkan dan mempercepat jatuhnya hujan, yakni dengan cara melakukan penyemaian awan (cloud seeding) menggunakan bahan-bahan yang bersifat higroskopik (menyerap air) sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan.
Istilah yang lebih tepat untuk mendefinisikan aktivitas hujan buatan adalah Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), karena pada dasarnya hujan buatan merupakan aplikasi dari suatu teknologi. TMC merupakan usaha manusia untuk meningkatkan curah hujan yang turun secara alami dengan mengubah proses fisika yang terjadi di dalam awan. Proses fisika yang diubah (diberi perlakuan) di dalam awan dapat berupa proses tumbukan dan penggabungan (collision and coalescense) atau proses pembentukan es (ice nucleation). Saat ini TMC menjadi salah satu solusi teknis yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi bencana yang ditimbulkan oleh karena adanya penyimpangan iklim/cuaca. TMC bukanlah hal baru di dunia, karena teknologi ini sudah dipakai oleh lebih dari 60 negara untuk berbagai kepentingan.
Pesawat sedang melakukan penyemaian awan untuk merangsang terjadinya hujan
Sejarah Modifikasi Cuaca di Dunia
Sejarah modifikasi cuaca di dunia diawali pada tahun 1946 ketika Vincent Schaefer dan Irving Langmuir mendapatkan fenomena terbentuknya kristal es dalam lemari pendingin, saat schaever secara tidak sengaja melihat hujan yang berasal dari nafasnya waktu membuka lemari es. Kemudian pada tahun 1947, Bernard Vonnegut mendapatkan terjadinya deposit es pada kristal perak iodida (Agl) yang bertindak sebagai inti es. Vonnegut tanpa disengaja suatu hari melihat titik air di udara ketika sebuah pesawat tebang dalam rangka reklame Pepsi Cola, membuat tulisan asap nama minuman itu. Kedua penemuan penting ini adalah merupakan tonggak dimulainya perkembangan modifikasi cuaca di dunia untuk selanjutnya.
Vincent Schaever (membungkuk) memperagakan pembuatan kristal es dengan meniupkan nafasnya pada lemari pendingin
Sejarah Modifikasi Cuaca di Indonesia
Kegiatan modifikasi cuaca di Indonesia atau yang lebih dikenal dengan istilah hujan buatan dikaji dan diuji pertama kali pada tahun 1977 atas gagasan Presiden Soeharto (Presiden RI saat itu) yang difasilitasi oleh Prof.Dr.Ing. BJ Habibie melalui Advance Teknologi sebagai embrio Badan pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dibawah asistensi Prof. Devakul dari Royal Rainmaking Thailand.
Pada Tahun 1985 dibentuk satu unit di BPPt yang bernama Unit Pelayanan Teknis Hujan Buatan (UPT-HB) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi / Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi No: SK/342/KA/BPPT/XII/1985 fungsinya adalah memberikan pelayanan dalam hal meningkatkan intensitas (menambah) curah hujan sebagai upaya Pemerintah dalam menjaga ketersediaan air pada waduk yang berfungsi sebagai sumber air untuk irigasi dan PLTA.
Ir. Soebagio (kedua dari kiri) selaku Ketua Tim Hujan Buatan mendampingi Prof.Dr.Ing. BJ Habibie saat mengawali percobaan hujan buatan di Indonesia
Proses Pembentukan Awan
Udara di sekeliling kita banyak mengandung uap air. Tidak terhitung banyaknya gelembung udara yang terbentuk oleh busa laut secara terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air terangkat ke langit. Partikel-partikel yang disebut dengan aerosol inilah yang berfungsi sebagai perangkap air dan selanjutnya akan membentuk titik-titik air. Selanjutnya aerosol ini naik ke atmosfer, dan bila sejumlah besar udara terangkat ke lapisan yang lebih tinggi, maka ia akan mengalami pendinginan dan selanjutnya mengembun. Kumpulan titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang mengembun inilah yang terlihat sebagai awan. Makin banyak udara yang mengembun, makin besar awan yang terbentuk.
Jenis-jenis awan berdasarkan ketinggiannya dapat dlihat pada gambar berikut.
Awan yang dijadikan sasaran dalam kegiatan hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang aktif, dicirikan dangan bentuknya yang seperti bunga kol. Awan Cumulus terjadi karena proses konveksi. Secara lebih rinci awan Cumulus terbagi dalam 3 jenis, yaitu: Strato Cumulus (Sc) yaitu awan Cumulus yang barau tumbuh ; Cumulus, dan Cumulonimbus (Cb) yaitu awan Cumulus yang sangat besar dan mungkin terdiri beberapa awan Cumulus yang bergabung menjadi satu.
Jenis awan Cumulus (Cu) yang bentuknya seperti bunga kol, merupakan jenis awan yang dijadikan sebagai sasaran penyemaian dalam kegiatan hujan buatan
Awan Dingin dan Awan Hangat
Berdasarkan suhu lingkungan fisik atmosfer dimana awan tersebut berkembang, awan dibedakan atas awan dingin (cold cloud) dan awan hangat (warm cloud). Terminologi awan dingin diberikan untuk awan yang semua bagiannya berada pada lingkungan atmosfer dengan suhu di bawah titik beku (<>0C), sedangkan awan hangat adalah awan yang semua bagiannya berada diatas titik beku ( > 00C).
Awan dingin kebanyakan adalah awan yang berada pada daerah lintang menengah dan tinggi, dimana suhu udara dekat permukaan tanah saja bisa mencapai nilai <00C. Di daerah tropis seperti halnya di Indonesia, suhu udara dekat permukaan tanah sekitar 20-300C, dasar awan mempunyai suhu sekitar 180C. Namun demikian puncak awan dapat menembus jauh ke atas melampaui titik beku, sehingga sebagian awan merupakan awan hangat, sebagian lagi diatasnya merupakan awan dingin. Awan semacam ini disebut awan campuran (mixed cloud).
Ilustrasi awan dingin dan awan hangat
Proses Terjadinya Hujan Pada Awan Dingin
Pada awan dingin hujan dimulai dari adanya kristal-kristal es. yang berkembang membesar melalui dua cara yaitu deposit uap air atau air super dingin (supercooled water) langsung pada kristal es atau melalui penggabungan menjadi butiran es. Keberadaan kristal es sangat penting dalam pembentukan hujan pada awan dingin, sehingga pembentukan hujan dari awan dingin sering juga disebut proses kristal es.
Hujan, salju dan hujan batu es terutama disebabkan oleh air yang menjadi dingin. Salju terbentuk dalam atmosfer atas yang suhunya dibawah titik beku. Waktu jatuh lewat atmosfer salju mencair dan menjadi hujan. Pada musim dingin, salju jatuh tanpa menjadi cair dan masih berbentuk salju. Butiran salju terdiri dari kristal es kecil-kecil.
Sewaktu udara naik lebih tinggi ke atmosfer, terbentuklah titik-titik air, dan terbentuklah awan. Ketika sampai pada ketinggian tertentu yang sumbunya berada di bawah titik beku, awan itu membeku menjadi kristal es kecil-kecil. Udara sekelilingnya yang tidak begitu dingin membeku pada kristal tadi. Dengan demikian kristal bertambah besar dan menjadi butir-butir salju. Bila menjadi terlalu berat, salju itu turun. Bila melalui udara lebih hangat, salju itu mencair menjadi hujan. Pada musim dingin salju jatuh tanpa mencair.
Proses Terjadinya Hujan Pada Awan Hangat
Ketika uap air terangkat naik ke atmosfer, baik oleh aktivitas konveksi ataupun oleh proses orografis (karena adanya halangan gunung atau bukit), maka pada level tertentu partikel aerosol (berukuran 0,01 - 0,1 mikron) yang banyak beterbangan di udara akan berfungsi sebagai inti kondensasi (condensation nucleus) yang menyebabkan uap air tersebut mengalami pengembunan.Sumber utama inti kondensasi adalah garam yang berasal dari golakan air laut. Karena bersifat higroskofik maka sejak berlangsungnya kondensasi, partikel berubah menjadi tetes cair (droplets) dan kumpulan dari banyak droplets membentuk awan. Partikel air yang mengelilingi kristal garam dan partikel debu menebal, sehingga titik-titik tersebut menjadi lebih berat dari udara, mulai jatuh dari awan sebagai hujan.
Jika diantara partikel terdapat partikel besar (Giant Nuclei : GN : 0,1 - 5 mikron) maka ketika kebanyakan partikel dalam awan baru mencapai sekitar 30 mikron, ia sudah mencapai ukuran sekitar 40 - 50 mikron. Dalam gerak turun ia akan lebih cepat dari yang lainnya sehingga bertindak sebagai kolektor karena sepanjang lintasannya ke bawah ia menumbuk tetes lain yang lebih kecil, bergabung dan jauh menjadi lebih besar lagi (proses tumbukan dan penggabungan). Proses ini berlangsung berulang-ulang dan merambat keseluruh bagian awan. Bila dalam awan terdapat cukup banyak GN maka proses berlangsung secara autokonversi atau reaksi berangkai (Langmuir Chain Reaction) di seluruh awan, dan dimulailah proses hujan dalam awan tersebut, secara fisik terlihat dasar awan menjadi lebih gelap. Hujan turun dari awan bila melalui proses tumbukan dan penggabungan, droplets dapat berkembang menjadi tetes hujan berukuran 1.000 mikron atau lebih besar. Pada keadaan tertentu partikel-partikel dengan spektrum GN tidak tersedia, sehingga proses hujan tidak dapat berlangsung atau dimulai, karena proses tumbukan dan penggabungan tidak terjadi.
Tipikal Ukuran Diameter Tetes Hujan (Rain Drop), Tetes Awan (Cloud Droplet), dan Inti Kondensasi (Condensation Nucleus) ( Sumber : http://rst.gsfc.nasa.gov/Sect14/Sect14 1d.html)
Ilustrasi proses tumbukan dan penggabungan (collision and coalescense) dalam awan dapat dilihat pada gambar berikut:
Ilustrasi Proses Tumbukan dan Penggabungan
Keterangan Gambar : A. Tetes-tetes awan (droplets) yang berukuran kecil bergerak naik keatas terbawa gerakan udara secara vertikal (updraft); sementara itu sudah ada tetes awan yang menjadi partikel berukuran lebih besar (Giant Nuclei) yang karena beratnya melebihi berat dari udara sehingga sudah mulai bergerak jauh ke bawah.
B. Partikel Besar (GN) ini bertindak sebagai "pengumpul" tetes-tetes awan yang lain, karena sepanjang lintasannya ke bawah ia menumbuk tetes lain yang lebih kecil, bergabung dan jauh menjadi lebih besar lagi (proses tumbukan dan penggabungan).
C. Semakin banyak tetes lain yang tertumbuk dan bergabung, maka partikel tersebut akan semakin besar ukurannya, dan lama kelamaan akan terbelah membentuk partikel (GN) baru.
D. Proses ini berlangsung berulang-ulang dan merambat keseluruh bagian awan, dan bila dalam awan terdapat cukup banyak GN maka proses berlangsung secara autokonversi atau reaksi berantai (Langmuir Chain Reaction) di seluruh awan, dan dimulailah proses hujan dalam awan tersebut.
Bagaimana TMC Dapat Menambah Curah Hujan ?
Prinsip dasar penerapan TMC untuk menambah curah hujan adalah mengupayakan agar proses terjadinya hujan menjadi lebih efektif. Upaya dilakukan dengan cara mempengaruhi proses fisika yang terjadi di dalam awan, yang dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung dimana lingkungan awan tersebut berada. Untuk bagian awan dingin, curah hujan akan bertambah jika proses pembentukan es di dalam awan juga semakin efektif. Proses pembentukan es dalam awan akan semakin efektif jika awan disemai dengan menggunakan bahan semai berupa perak iodida (Agl).
Untuk bagian awan hangat, upaya dilakukan dengan menambahkan partikel higroskopik dalam spektrum Ultra Giant Nuclei (UGN : berukuran lebih dari 5 mikron ) ke dalam awan yang sedang dalam masa berkembang atau matang sehingga proses hujan dapat segera dimulai serta berkembang ke seluruh awan. Penambahan partikel dengan spektrum CCN (Cloud Condencation Nucleus: Inti Kondensasi Awan) tidak perlu dilakukan, karena partikel dengan spektrum ini sudah disediakan sendiri oleh alam. Dengan demikian awan tidak perlu dibuat, karena dengan tersedianya CCN awan dapat terbentuk dengan sendirinya bila kelembaban udara cukup. Pada kondisi tertentu, dengan masuknya partikel higroskopik berukuran UGN kedalam awan, maka proses hujan (tumbukan dan penggabungan) dapat dimulai lebih awal, durasi hujan lebih lama, dan daerah hujan pada awan semakin luas, serta frekuensi hujan di tanah semakin tinggi. Dari sinilah didapatkan tambahan curah hujan. Injeksi partikel berukuran UGN ke dalam awan memberikan dua manfaat sekaligus, yang pertama adalah mengefektifkan proses tumbukan dan penggabungan sehingga menginisiasi (mempercepat) terjadinya proses hujan, dan yang kedua adalah mengembangkan proses hujan ke seluruh daerah di dalam awan. Bahan semai yang digunakan adalah bahan yang memiliki sifat higroskopik dalam bentuk super fine powder (berbentuk serbuk yang berukuran sangat halus), paling sering digunakan adalah NaCl, atau bisa juga berupa CaCl2 atau Urea.
Berikut adalah animasi yang menggambarkan perbedaan antara sekuens pertumbuhan awan yang tidak disemai dengan awan yang disemai :
Sekuens awan tidak disemai
5 menit : Kumulus mulai tumbuh.
10 menit : Mulai terjadi tetes-tetes besar. Awan makin besar
15 Menit : Tetes besar semakin banyak dan mulai terjadi kristal es. Awan mencapai tinggi maksimum
20 menit : Kristal-kristal semakin besar, tetes air di dalam awan berkurang. Kristal es jatuh dan mencair menjadi tetes air hujan.
30 menit : Hujan ringan berlangsung dan awan membuyar.
Sekuens awan yang disemai
5 menit : Kumulus mulai tumbuh.
10 menit : Mulai terjadi tetes-tetes besar. Awan makin besar
15 menit : Sejumlah bahan semai yang terkonsentrasi dimasukan ke dalam awan dari dasar awan maupun dari puncak awan.
20 menit : Terjadi pelepasan panas laten ketika air supercooled membeku menjadi es dan awan tumbuh menjadi sangat besar.
30 menit : Jumlah air yang terlibat di dalam awan semakin besar sehingga curah hujan meningkat.
METODA PENYEMAIAN AWAN
Dalam penerapan TMC, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan bahan semai ke dalam awan. Yang paling sering dan biasa dilakukan adalah menggunakan wahana pesawat terbang. Selain menggunakan pesawat terbang, modifikasi pesawat terbang juga dapat dilakukan dari darat dengan menggunakan sistem statis melalui wahana Ground Base Generator (GBG) pada daerah pegunungan untuk memodifikasi awan-awan orografik dan juga menggunakan wahana roket yang diluncurkan ke dalam awan.
Gambar 10. Macam-macam metoda penyampaian bahan semai ke dalam awan
Di Indonesia untuk saat ini yang sudah operasional dan dikuasai teknologinya berubah TMC dengan menggunakan wahana pesawat terbang TMC sistem GBG saat ini masih dalam tarap ujicoba dan telah terpasang sejumlah menara di daerah Puncak, Bogor (lereng Gunung Gede - Pangrango), sedangkan untuk wahana roket baru sebatas kajian dan dalam wacana akan mulai dicoba di Indonesia.
Wahana Pesawat Terbang
Berikut adalah beberapa contoh gambar penyemaian awan dari pesawat terbang :
Pesawat terbang jenis Cassa NC 212-200 sedang melepaskan bahan semai berupa serbuk garam NaCI melalui airscooper yang terpasang pada bagian bawah pesawat. bahan semai dilepaskan pada medan updraft yang ada di sekitar dasar awan (jenis aan hangat).
Selain berupa serbuk (powder), bahan semai dapat pula dikemas dalam bentuk flare yang dipasang pada bagian sayap ataupun bawah pesawat. Partikel bahan semai masuk ke dalam awan jika flare terbakar.
Bahan semai jenis ejectable flare dimasukkan ke dalam awan dengan cara ditembakkan dari pesawat pada bagian puncak awan (jenis awan dingin).
Ground Base Generator
Ground Base generator (GBG) merupakan salah satu metoda alternatif untuk menyampaikan bahan semai ke dalam awan, yang pada prinsipnya dengan memanfaatkan potensi topografi dan angin lembah (valley breeze), yaitu angin lokal yang berhembus ke atas pegunungan pada siang hari dengan mengikuti kemiringan permukaan gunung. Bahan semai dikemas dalam bentuk flare yang dibakar dari atas menara pada ketinggian tertentu. Kembang api yang merupakan hasil pembakaran dari flare dengan bahan higroskopik itu ditujukan untuk mengatur partikel Cloud Condensation Nuclei ( CCN) yang berukuran sangat halus ke dalam awan sehingga diharapkan mampu merangsang terjadinya hujan.
GBG aslinya digunakan di daerah lintng menengah dan tinggi dengan suhu lingkungan berada di bawah titik beku (<00C), namun saat ini sudah mulai diterapkan di Indonesia meski masih dalam taraf ujicoba. Sejumlah menara GBG telah terpasang menyebar di kawasan Puncak, Bogor (lereng Gunung Gede - Pangrango) dengan tujuan untuk menyemai awan-awan orografis yang melintas di kawasan Puncak. Jika setiap awan yang melintas dapat disemai, maka hujan dapat turun lebih awal sehingga tidak terjadi penumpukan awan yang dapat menimbulkan hujan lebat di daerah tersebut sehingga diharapkan akan mampu memperkecil resiko banjir untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Penyemaian awan menggunakan sistem statis Ground Base Generator (GBG) yang memanfaatkan awan-awan orografis pada daerah pegunungan
Wahana Roket
Roket dapat pula dimanfaatkan sebagai wahana untuk menyampaikan bahan semai ke dalam awan. Metode ini sudah banyak dikembangkan oleh negar-negara di Eropa. Saat ini BPPT bekerjasama dengan LAPAN tengah menjajaki kemungkinan teknologi ini untuk diaplikasikan di Indonesia.
Penyemaian awan menggunakan wahana roket yang ditembakkan ke dalam awan dari darat.
Evaluasi Hasil TMC
Pengukuran hasil TMC dapat ditinjau dari hasil tambahan air hujan selama periode dilakukannya kegiatan modifikasi cuaca (hujan buatan) di daerah target. Ada dua pendekatan besara dalam evaluasi hasil TMC yaitu dari segi curah hujan dan aliran.
Evaluasi penambahan curah hujan diukur melalui pendekatan atau estimasi menggunakan daerah kontrol sebagai pembanding untuk daerah target. Syarat daerah kontrol antara lain berada di luar daerah target dan tidak terkontaminasi dengan bahan semai yang dilepaskan, serta memiliki karakteristik curah hujan yang berkorelasi kuat dengan curah hujan di daerah target. Selisih antara besarnya curah hujan rata-rata di daerah target dengan besarnya curah hujan rata-rata di daerah kontrol selama periode kegiatan hujan buatan dinyatakan sebagai tambahan curah hujan hasil TMC.
Metode Evaluasi hasil TMC lainnya adalah melalui pendekatan debit aliran (inflow) di daerah target. Prinsip dari metode ini adalah membandingkan nilai denit aliran selama periode kegiatan hujan buatan dengan nilai debit saat tidak ada pelaksanaan hujan buatan. Selisih besarnya debit aliran diantara kedua periode tersebut dinyatakan sebagai penambahan aliran hasil TMC.
Kualitas Air Hujan Hasil TMC
Kegiatan TMC ini ramah lingkungan. Bahan yang digunakan untuk penyemaian awan juga dipergunakan pada kehidupan sehari-hari. Contohnya NaCI, bahan ini banyak terdapat di atmosfer sebagai hasil dinamika air laut, dan pada kehidupan sehari-hari biasa digunakan sebagai bahan masakan ataupun dalam pertanian. Dari sisi konsentrasi, satu butir bahan higroskopik berukuran 50 mikro mengalami pengenceran hingga satu juta kali ketika menjadi tetes hujan berukuran 2.000 mikron. Hasil analisis kualitas air hujan dari beberapa kali kegiatan TMC telah membuktikan bahwa parameter kualitas air hujan maupun badan-badan air masih aman untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemanfaatan TMC di Indonesia
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sudah banyak dirasakan manfaatnya oleh berbagai pihak. Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Perusahaan Listrik negara (PLN), Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB), Pihak Pengelola Waduk seperti Perum Jas Tirta I dan II, ataupun perusahaan swasta seperti PT INCO adalah beberapa contoh para pengguna jasa teknologi ini. Saat ini pemanfaatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan tidak lagi hanya terbatas untuk keperluan pengisian air pada waduk/bendung yang berfungsi sebagai sumber air untuk irigasi ataupun PLTA saja, namun juga telah banyak dimanfaatkan untuk mengantisipasi dan mengatasi berbagai bencan yang disebabkan oleh kondisi iklim dan cuaca lainnya, contohnya untuk mengatasi permasalahan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi hampir setiap tahun di indonesia. Secara teori, teknologi ini juga mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi bencana banjir. Namun sejauh ini efektifitas TMC untuk mengantisipasi banjir belum terukur karena belum pernah dilakukan.
Waduk Kedung Ombo di Jawa Tengah, yang sering dijadikan target kegiatan hujan buatan
secara garis besar, pedoman penentuan waktu pelaksanaan dan pemanfaatan TMC untuk mengatasi dan mengantisipasi berbagai masalah bencana iklim dan cuaca di Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut.
Pedoman penentuan waktu pelaksanaan TMC untuk mengantisipasi berbagai masalah bencana iklim dan cuaca di Indonesia.
Diposting oleh
Mulya Sasack
on
Senin, April 13, 2009
Pendahuluan
Bencana Alam seperti peristiwa banjir dan longsor selalu dihubungkan dengan curah hujan yang tinggi. Sebenarnya banjir dan longsor itu terjadi tidak hanya karena faktor curah hujan yang tinggi melainkan masih banyak faktor lainnya seperti faktor daya lingkungan. Sedangkan yang menyebabkan hujan sangat lebat salah faktornya adalah akibat intensitas monsoon yang kuat
Indonesia mempunyai 2 musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, biasanya datangnya musim hujan dihubungkan dengan akitivitas angin barat atau istilah ilmiahnya adalah Monsoon. Di Indonesia dikenal dengan 2 macam monsoon, yaitu Monsoon Asia dan Monsoon Australia. Monsoon Asia berhubungan dengan musim hujan sedangkan Monsoon Australia berhubungan dengan musim kemarau. Untuk mengetahui apa itu monsoon, Anda perlu memahami konsep terjadi angin. Angin adalah udara yang bergerak, angin barat adalah angin dari arah barat, sedangkan angin timur adalah angin dari arah timur. Tidak selamanya angin barat ini selalu mendatangkan hujan lebat berhari-hari. Meski tidak sepopuler badai tapi sebagian petani sudah mengenali angin barat ini, karena berkaitan pola tanam padi.
Angin Barat (Moonsoon Dingin Asia) dan Karakteristiknya
Monsoon berkaitan dengan musim. Monsoon Dingin Asia berhubungan dengan angin baratan, yaitu angin yang berasal dari daratan Asia menuju wilayah Indonesia. Monsoon Dingin Asia membawa uap air lebih banyak dari biasanya, sehingga sebagian wilayah Indonesia bagian selatan sering banyak hujan atau saat bertepatan dengan musim hujan di Indonesia. Monsoon merupakan suatu pola sirkulasi angin yang berhembus secara periodik (minimal 3 bulan) dan pada periode yang lain polanya akan berlawanan. Oleh masyarakat awam monsoon sering dikaitan dengan curah hujan. Tapi tidak selalu setiap ada monsoon selalu banyak hujan, hal ini tergantung kekuatan dari monsoon itu sendiri. Seperti diketahui bahwa pergerakan matahari hanya menuju utara atau selatan dengan lintasan terpanjang hanya pada posisi 23.5 derajat LU atau LS. Itu artinya ketika matahari berada pada lintang paling utara maka matahari akan bergerak kembali menuju selatan dengan melintasi ekuator, begitu juga ketika matahari pada posisi paling selatan maka selanjutnya matahari akan bergerak menuju utara. Jika matahari berada di utara khatulistiwa, maka belahan bumi utara mempunyai suhu udara yang panas dengan tekanan udara cenderung rendah, maka pergerakan angin dari belahan bumi utara (daratan Asia) menuju belahan bumi selatan (daratan Australia), biasanya berasal dari arah barat menuju timur. Kondisi inilah yang sering dikatakan orang Angin Barat.
Gambar 3. Pola Angin Baratan
Sementara ketika matahari berada di belahan bumi selatan, maka belahan bumi selatan akan mempunyai suhu yang dingin dengan tekanan udara yang tinggi. Pergerakan angin berasal dari belahan bumi selatan (daratan Asutralia) menuju belahan bumi utara (daratan Asia). Kondisi ini dikenal orang dengan Angin Timur
Gambar 4. Pola Angin Timuran
Pengaruh Angin Barat
Kuat atau tidaknya angin barat ditentukan oleh beberapa pemicunya yaitu:
ada atau tidaknya badai tropis di perairan Australia bagian utara atau di sebelah selatan Nusa Tengara,
Besar tekanan udara di daratan Asia
ada atau tidaknya faktor penghambat di dekat garis ekuator
Intensitas angin barat cukup kuat jika ada badai tropis di sekitar perairan Australia dan tekanan udara di daratan Asia cukup tinggi (biasanya lebih dari 1020 hpa) serta angin yang membawa masa udara dingin untuk pembentukan awan hujan tidak terhambat di sekitar daerah ekuator. Sehingga peluang hujan di Indonesia bagian selatan cenderung banyak hujan lebat. Sebaliknya jika ada yang menghambat maka hujan lebat agak berkurang.
Pengaruh yang dirasakan dari kuatnya angin barat adalah hujan lebat yang terjadi berhari-hari (biasanya 2 - 3 hari). Di samping itu cuaca biasanya akan tertutup awan gelap. Akibat lainnya adalah angin yang kencang dengan kekuatan lebih 20 knot (36 km/jam)
Hujan Lebat dan Karakteristiknya
Hujan adalah tetesan air yang jatuh dari lapisan atmosfer baik yang sampai ke bumi maupun tidak. Banyaknya air hujan yang terkumpul dalam suatu tempat yang tidak menguap, meresap dan mengalir disebut “Curah Hujan” dan dinyatakan dalam satuan “milimeter”. Curah hujan 1 milimeter artinya dalam luasan 1 meter persegi tertampung air hujan setinggi 1 milimeter atau 1 liter.
Untuk intensitas hujan, mengacu pada standar Internasional (WMO) adalah sebagai berikut
Kriteria Hujan
Intensitas per Jam
Intensitas per hari
Sangat Ringan Ringan Sedang / Normal Lebat Sangat Lebat
<> 20 mm
<> 100 mm
Pola hujan di Indonesia ada 3 tipe, yaitu :
Tipe Equatorial adalah tipe hujan yang tidak begitu jelas antara perbedaan musim hujan dan kemaraunya (mempunyai 2 puncak hujan)
Tipe Monsoon/Musim adalah tipe hujan yang sangat jelas perbedaan antara musim hujan dan kemarau (berbentuk “V”) Jumlah curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni, Juli atau Agustus)
Tipe Lokal adalah tipe hujan yang mempunyai 1 puncak hujan (kebalikan dari tipe Monsoon) Jumlah curah hujan maksimum terjadi pada bulan Juni, Juli atau Agustus
Memang sangat sulit membedakan kriteria hujan lebat yang menggunakan angka dengan hujan lebat berdasarkan kerapatan hujan. Tapi hal itu dapat dilihat dari butir air yang turun. Untuk hujan lebat butir airnya berukuran di atas 0.5 mm. Hujan lebat yang terjadi di musim penghujan dengan di musim kemarau ataupun di musim pancaroba sangat berbeda-beda. hujan lebat yang turun pada musim penghujan biasanya lebih dari 2 jam, sedangkan hujan lebat yang turun pada musim kemarau biasanya kurang dari satu jam, sedangkan pada musim pancaroba biasanya berkisar antara 1- 2 jam, hujan lebat biasa diikuti dengan hujan gerimis,
Gambar 6: Hujan Gerimis, Hujan Agak Lebat, dan Hujan Lebat
Potensi Hujan Lebat dan Banjir
Hujan lebat akan terjadi jika syarat utama terpenuhi yaitu curah hujan > 400 mm/bulan, atau 50-100 mm/24 jam atau 10-20 mm/jam. Berikut ini adalah indikator awal hujan lebat.
Sedangkan cuaca ekstrem (curah hujan lebat dan sangat lebat) dapat terjadi dengan kriteria:
Hujan lebat biasanya terjadi bila:
terjadi di saat musim penghujan dengan durasi lebih dari 2 jam dan terjadi berhari-hari
terjadi di saat musim pancaroba dengan durasi kurang lebih 1 jam
Akibat pengaruh tidak langsung dari Badai Tropis
Kekuatan dari angin barat
Minimum Curah hujan terukur 20 mm/jam atau 50 mm/hari
Gambar 9. Kekuatan angin barat yang digambarkan dengan ITCZ
Gambar 10. Daerah prakiraan hujan lebat
Potensi Banjir
Faktor yang menyebabkan banjir tidak hanya akibat curah hujan akan tetapi faktor daya lingkungan. Untuk yang berkaitan dengan curah hujan, banjir dapat terjadi jika turun hujan lebat selama lebih dari 2 jam dan diikuti dengan hujan gerimis selama 1 – 2 hari, atau hujan lebat terjadi selama berhari- hari. Banjir tidak hanya terjadi pada musim penghujan akan tetapi tidak menutup kemungkinan dapat terjadi di saat musim kemarau meskipun jarang terjadi, tapi demikian itu semua tergantung dari daerahnya masing-masing.
Antisipasi
Langkah yang perlu dilaksanakan adalah:
Pendataan daerah rawan banjir dan longsor yang harus diinformasi kepada masyarakat
Tempat pemukiman yang layak harus tersedia
Persediaan Bantuan obat-obatan dan sandang pangan
Peringatan dini terjadinya anomali cuaca dan iklim yang diperkirakan akan memicu terjadinya banjir, perlu diinformasikan secara cepat ke masyarakat
Perhatikan informasi awal dan berakhirnya musim penghujan. Perhatikan informasi prakiraan hujan lebat
Mempunyai daftar pejabat dan nomor telepon satuan kerja Posko
Sering memonitor tinggi muka air di daerah pintu air
Mamantau hujan lebat yang terjadi di sepanjang hulu sungai
Diposting oleh
Mulya Sasack
on
Rabu, April 08, 2009
Pendahuluan
Badai Tropis atau umumnya disebut Siklon Tropis adalah fenomena alam berupa pusaran angin, hujan dan badai petir dalam suatu daerah tertutup. Siklon tropis hanya dapat tumbuh dan berkembang di atas wilayah perairan tropis dan sub tropis yang hangat dengan kelembaban udara tinggi. Di seluruh dunia terdapat sejumlah wilayah–wilayah perairan tempat tumbuh dan berkembangnya siklon tropis dengan pola musiman yang khas di setiap wilayah.
Walaupun merupakan fenomena yang tumbuh di lautan, pergerakan siklon tropis dapat mengarah ke daratan sehingga dapat menimbulkan bencana serius dengan kerugian material dan korban manusia yang besar. Pergerakan Badai Tropis selalu menjauhi lintang ekuator, sehingga tidak mungkin melintasi daratan Indonesia, walaupun demikian wilayah Indonesia dapat terkena pengaruh tidak langsung dari badai tersebut.
Dengan mengetahui pergerakan badai tropis serta memahami dampak yang bisa ditimbulkannya, maka kita dapat melakukan upaya antisipasi untuk mencegah kerugian lebih besar.
Pengertian
Dalam meteorologi dikenal istilah Badai Tropis yang merupakan pusaran angin tertutup pada suatu wilayah bertekanan udara rendah. Kekuatan angin yang terjadi pada Badai Tropis dapat mencapai kecepatan lebih dari 128 km/jam dengan jangkauan lebih dari 200 Km dan berlangsung selama beberapa hari hingga lebih dari satu minggu.
Siklon Tropis merupakan istilah yang bersifat umum, selanjutnya menurut tingkat kematangan formasi bentuk dan kekuatannya siklon tropis dapat diklasifikasikan atas:
1. Depresi Tropis (Tropical Depression) Pada depresi tropis sudah terjadi sistem tekanan rendah yang menyebabkan lingkaran awan dan badai petir pada suatu daerah tertutup namun belum terlihat bentuk spiral dan mata. Kecepatan angin berkisar dari 17 hingga 33 knot. Pada depressi tropis tidak diberikan nama yang khas
2. Badai Tropis (Tropical Storm) Pada badai tropis mulai terlihat bentuk spiral, namun tidak terlihat adanya mata. Kecepatan angin maksimum berkisar dari 17 hingga 33 meter per detik ( 34 s/d 63 knot, 39 s/d 73 mph atau 62 s/d 117 km/jam). Untuk Badai Tropis diberikan nama-nama yang khas untuk membedakan antara setiap kejadian badai tropis.
Skala Kekuatan
Untuk memberi gambaran kekuatan dan dampak yang bisa dihasilkan oleh Badai Tropis / Hurricane maka dibuat pedoman skala kekuatan Hurricane. Skala yang umum digunakan adalah Skala Saffir-Simpson, yang dibagi atas lima kelas kategori , yakni
Kategori Saffir-Simpson
Kecepatan angin maksimum (m/s,kt)
Tekanan udara permukaan minimum (mb)
Storm surge (m,ft)
1 (Minimal)
33-42 m/s [64-83 kt]
>= 980mb
1.0-1.7 m [3-5 ft]
2 (Moderat)
43-49 [84-96]
979-965
1.8-2.6 [6-8]
3 (Ekstensif)
50-58 [97-113]
964-945
2.7-3.8 [9-12]
4 (Ekstrim)
59-69 [114-135]
944-920
3.9-5.6 [13-18]
5 (Katastropik)
> 69 [> 135]
<>
> 5.6 [> 18]
Dampak kerugian yang diakibatkan oleh Hurricane tidak mutlak bergantung pada tingkat skala kekuatan di atas. Wilayah kejadian (seperti daerah permukiman atau lautan terbuka) serta bencana alam susulan akibat dari Hurricane seperti banjir atau longsor, turut mempengaruhi besar kerugian dan korban manusia.
Penamaan
Dalam satu tahun dapat terjadi beberapa kali badai tropis dalam suatu wilayah. Untuk membedakan antara setiap kejadian badai tropis serta memudahkan komunikasi seperti memberi peringatan pada masyarakat akan bahaya badai tropis yang akan datang, maka diberikan nama-nama pada badai tropis.
Aturan penamaan mengikuti urutan abjad dan dirunut dari waktu kejadiannya. Badai tropis atau Hurricane yang pertama terjadi pada suatu tahun atau periode pengamatan akan diberi nama yang dimulai dengan huruf “A” misal “Anna”, untuk badai tropis kedua dinamai dengan huruf awal “B” seperti “Beth” , dan seterusnya.
Setiap wilayah perairan menggunakan daftar nama yang berbeda. Aturan penamaan dimulai pada masa perang dunia ke dua dengan mengambil nama-nama khas perempuan, namun sejak tahun 1978 nama khas pria mulai masuk dalam daftar nama.
Pada setiap akhir tahun daftar nama akan ditinjau ulang , nama-nama dari badai tropis yang telah menimbulkan banyak kerusakan dan korban manusia pada tahun tersebut akan dihapuskan dan diganti dengan nama yang lain. Hal ini berguna untuk keperluan mencatat kedahsyatan peristiwa badai tropis atau Hurricane tersebut dan membedakannya dari badai tropis biasa.
Peristiwa
Pada satu tahun di seluruh dunia terdapat rata-rata 80 kali peristiwa siklon tropis. Hampir seluruh siklon tropis tumbuh dan berkembang pada wilayah perairan di zona 30 derajat dari katulistiwa, yang disebut Zona Konvergensi Antara Tropis (ITCZ Intertropical Convergence Zone). Zona ini merupakan tempat terkumpulnya awan-awan hujan yang deras dan berhari-hari serta menimbulkan angin kencang.
Syarat utama untuk dapat tumbuh dan berkembangnya siklon tropis adalah kelembaban udara yang tinggi karena banyaknya kandungan uap air. Syarat tersebut dapat dipenuhi oleh daerah perairan ( lautan) di zona tropis dan subtropis yang temperaturnya dapat mencapai > 260 C
Di permukaan bumi terdapat tujuh wilayah perairan utama yang sangat potensial untuk tumbuh dan berkembangnya siklon tropis, yaitu :
•
Barat Laut Samudra Pasifik ; merupakan daerah paling aktif, sepertiga dari seluruh perisitiwa siklon tropis dunia terjadi di wilayah ini. Aktifitas siklon tropis yang terjadi berpengaruh pada wilayah Jepang, Filipina, China dan Taiwan.
•
Timur Laut Samudera Pasifik ; sebagai daerah paling aktif kedua yakni sepertiga dari seluruh kejadian badai tropis dunia terjadi di wilayah ini. Aktifitas siklon tropis yang terjadi mempengaruhi wilayah barat Meksiko, Hawaii dan terkadang sampai di semenanjung California.
•
Barat Daya Samudra Pasifik; Aktifitas badai tropisnya memepengaruhi wilayah Australia dan Oceania.
•
Utara Samudra Hindia ; Wilayahnya dibagi dua daerah yakni Teluk Benggala dan Laut Arabia. Aktifitas pada daerah Teluk Benggala lima sampai enam kali lebih besar dari laut Arabia, dan tercatat pada sejarah Siklon Bhola di tahun 1970 yang menewaskan 200.000 orang. Negara-negara yang terpengaruh adalah India, Bangladesh, Srilangka, Thailand, Burma dan Pakistan , sedangkan semenanjung Arab jarang terkena dampaknya.
•
Tengggara Samudra Hindia; Wilayah dekat perairan Indonesia (laut Timor) dan Australia yang terpengaruh badai tropis di daerah ini.
•
Timur Laut Samudra Hindia; Negara-negara yang terpengaruh adalah Madagaskar, Mozambique, Mauritius dan Kenya
•
Utara Samudra Atlantik; Mencakup wilayah perairan Samudera Atlantik, Laut Karibia dan Teluk Meksiko. Badai tropis yang terjadi berdampak pada wilayah Amerika Serikat, Meksiko, Canada serta negara-negara Amerika Tengah dan Kepulauan Karibia.
Musim
Puncak aktifitas siklon tropis di seluruh dunia, terjadi pada akhir musim panas yakni ketika laut mencapai temperatur paling hangat. Namun di setiap wilayah terdapat pola musiman yang berbeda.
•
Wilayah Atlantik utara.
Musim Hurricane dimulai dari 1 Juni hingga 30 November, puncaknya terjadi pada awal September.
•
Wilayah Timur laut Pasifik,
Ppola musimannya sama dengan wilayah Atlantik namun periodenya lebih panjang.
•
Wilayah Barat laut Pasifik,
siklon tropis berlangsung setahun penuh, dengan puncaknya pada awal September dan aktifitas minimum pada bulan Februari.
•
Wilayah utara samudera Hindia.
Musim badai tropis berlangsung dari bulan April hingga Desember, puncaknya terjadi pada bulan Mei dan November.
Secara umum, Aktifitas siklon tropis di belahan bumi Selatan berlangsung dari akhir Oktober hingga Mei, dengan puncak aktifitas terjadi pada pertengahan Februari hingga awal Maret.
Bencana
Badai tropis pada umumnya tumbuh dan berkembang di wilayah perairan bebas seperti lautan yang tidak didiami manusia kecuali untuk pelayaran. Oleh karena itu jarang terjadi bencana akibat badai tropis pada manusia. Walaupun demikian, pergerakan badai tropis dapat mengarah ke daratan dan bila hal ini terjadi akan timbul bencana yang menewaskan ribuan manusia dengan kerugian material mencapai jutaan dollar .
Beberapa nama badai tropis yang paling banyak menelan korban manusia terbesar antara lain :
•
Siklon Bhola Pada tanggal 13 November 1970, siklon Bhola berkecepatan 100 mph ( 160Km/jam) menghantam wilayah delta Gangga (Bangladesh) dan menewaskan 200.000 hingga 500.000 jiwa manusia.
•
Great Hurricane Peristiwa Great Hurricane di tahun 1780 merupakan bencana Hurricane terbesar untuk wilayah Atlantik. Kejadian di wilayah Antiles ini menelan sekitar 20.000 hingga 30.000 jiwa manusia tewas.
•
Hurricane Galveston Pada tahun 1900, Hurricane Galveston termasuk kategori 4 pada Skala Saffir-Simpson telah menimbulkan tanah longsor hebat di Galveston, Texas, yang menewaskan 6.000 hingga 12.000 jiwa manusia.
•
Hurricane Mitch Banjir hebat dan longsoran lumpur yang mengikuti Hurricane Mitch pada tahun 1998 di Honduras menyebabkan tewasnya lebih dari 10.000 jiwa manusia hingga mengubah struktur wilayah Honduras
Rekor Bencana
Kerugian material terbesar akibat badai tropis terjadi pada tahun 1992 ketika Hurricane Andrew menyapu wilayah Florida, Amerika Serikat dan perkiraan kerugiannya sekitar 25 juta dollar.
Rekor badai tropis terkuat dan terbesar dipegang oleh Typhoon Tip yang terjadi pada tahun 1970 di wilayah Barat Laut Samudra Pasifik. Typhoon tip menjangkau radius wilayah hingga 1.350 mil atau 2.170 Km ( bandingkan dengan rata–rata radius wilayah siklon tropis yang hanya 300 mil atau 480 Km ), sedangkan tekanan udara permukaan minimum pada Typhoon tip hanya 879 mb dan kecepatan anginnya 190 mph atau 305 Km/jam.
Siklon tropis lemah ( yang masih tergolong badai tropis atau Hurricane lemah) juga dapat menimbulkan bencana besar. Badai tropis Allison di Texas pada tahun 2001 menimbilkan kerugian 5 juta dollar dan korban tewas 41 orang. Pada tahun 2004 di Haiti, peristiwa Hurricane Jeanne yang masih termasuk kelas badai tropis dapat menyebabkan tewasnya 3000 orang karena dampak banjir dan longsoran lumpur yang mengikuti badai tropis tersebut.
Ciri-ciri
Siklon tropis mempunyai ciri-ciri khas yang membedakannya dari fenomena meteorologi lainnya. Berbeda dari siklon sub tropis yang sumber energinya berasal dari pra kondisi beda suhu di atmosfer, pada siklon tropis harus yang tersedia kelembaban dan uap air yang diperlukannya untuk dapat tumbuh dan berkembang untuk itu badai tropis memerlukan daerah perairan hangat
Secara umum wilayah terjadinya siklon tropis dikelompokkan atas dua wilayah utama yakni belahan bumi utara dan belahan bumi selatan. Siklon tropis yang terbentuk di belahan bumi utara memiliki arah putaran siklon tropisnya searah jarum jam, sedangkan di belahan bumi selatan, arah putaran siklon tropisnya berlawanan dengan arah jarum jam.
Pada kantor dinas Meteorologi datangnya Badai Tropis dapat diamati dengan memperhatikan ciri-ciri kedatangannya yaitu pola angin tertutup yang memutar di suatu wilayah dan juga terlihat dari sekelompok awan yang mengumpul.
Sebuah siklon tropis kuat mempunyai struktur sebagai berikut .
•
Tekanan Udara Permukaan Rendah; Siklon tropis berputar di sekitar daerah bertekanan udara permukaan rendah. Dari seluruh tekanan udara pada ketinggian permukaaan air laut yang terukur maka tekanan udara di daerah siklon tropis merupakan yang terendah.
•
Inti hangat; Uap air yang naik ke atmosfir yang dingin akan mengembun dan melepaskan panas. Panas buangan tersebut didistribusikan secara vertikal pada bagian inti siklon tropis yang menyebabkannya terasa hangat.
•
CDO (Central Dense Overcast) CDO merupakan daerah menyerupai pita melingkar di sekitar inti yang padat akan awan, hujan dan badai petir.
•
Mata Siklon tropis kuat seperti Hurricane memiliki mata yang berbentuk lubang melingkar di pusat sirkulasinya. Cuaca pada mata umumnya tenang dan tidak berawan. Diameter wilayah mata berkisar dari 8 hingga 200 Km. Pada siklon tropis lemah, CDO menutupi pusat sirkulasi sehingga mata tidak terlihat.
•
Dinding mata Dinding mata menyerupai pita melingkar di sekitar mata yang memiliki intensitas angin dan konveksi panas paling tinggi. Pada siklon tropis, kondisi pada dinding matalah yang paling berbahaya.
•
Aliran keluar (outflow) Pada bagian atas siklon tropis, angin bergerak keluar dari pusat badai tropis dengan arah putaran berlawanan dengan siklon, sedangkan pada bagian bawah angin berputar kuat, melemah seiring dengan pergerakan naik dan akhirnya berbalik arah.
Dampak Negatif
Siklon tropis matang rata-rata dapat melepaskan energi panas hingga 6 x 1014 watt, sebanding dengan 200 kali rata-rata total produksi perusahaan listrik seluruh dunia atau sebanding dengan ledakan 10 megaton bom nuklir setiap 20 menit.
Siklon tropis pada lautan terbuka akan menimbulkan gelombang tinggi, hujan deras dan angin berkecepatan tinggi, sehingga mengganggu jadwal pelayaran bahkan menenggelamkan kapal-kapal. Walau demikian, dampak terbesar dari siklon tropis terjadi apabila siklon tropis bergerak ke arah daratan dan menyebabkan tanah runtuh.
Siklon tropis yang bergerak ke arah daratan dapat menyebabkan kerusakan langsung lewat empat macam cara, yakni :
•
Angin berkecepatan tinggi Kekuatan angin hurricane dapat menghancurkan mobil, bangunan, jembatan, dan sebagainya. Kekuatan angin dapat menerbangkan berbagai macam benda yang dapat menghantam penduduk yang berada di daerah terbuka.
•
Gelombang laut (storm surge) Bencana terburuk dari siklon tropis disebabkan oleh melonjaknya gelombang laut. Gelombang laut tinggi akan masuk ke daratan dan menyeret penduduk yang berada di kawasan pantai. Sekitar 80 % korban tewas akibat badai tropis disebabkan terjangan gelombang laut.
•
Hujan deras Aktifitas badai petir pada siklon tropis menimbulkan hujan lebat. Sungai dan saluran air akan meluap, jalan-jalan tidak dapat dilewati, dan dapat disusul oleh tanah longsor.
•
Angin Tornado Radius wilayah hurricane yang luas dapat menebarkan angin tornado di berbagai tempat. Meskipun tidak sekuat hurricane, angin tornado dapat menyebabkan kerusakan serius.
Dampak sekunder dari siklon tropis juga cukup merugikan, seperti :
•
Penyakit menular Lingkungan basah pasca siklon tropis, disertai kerusakan sarana kebersihan dan iklim tropis yang hangat dapat menjangkitkan penyakit menular yang bertahan lama setelah peristiwa badai.
•
Ketiadaan listrik Kerusakan jaringan listrik akibat siklon tropis akan menghambat komunikasi dan usaha pertolongan korban.
•
Kesulitan transportasi Hancurnya sarana transportasi seperti jembatan, terowongan dan jalan akan menyulitkan pengiriman makanan, air bersih dan obat-obatan ke daerah-daerah yang membutuhkannya.
Dampak Positif
Walaupun banyak kerugian yang timbul akibat siklon tropis, secara global siklon tropis sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan panas atmosfer bumi dengan cara memindahkan panas, dan kelembaban yang tinggi di daerah tropis ke wilayah sub tropis dan kutub yang lebih dingin.
Pada beberapa situasi khusus, siklon tropis membawa dampak positif bagi wilayah- wilayah yang terkenda dampaknya. Di wilayah Jepang, sebagian besar curah hujan yang turun merupakan dampak dari typhoon. Hurricane Camille mengakhiri kondisi kekeringan dan kesulitan air pada daerah-daerah yang dilewatinya.
Proses Pembentukan
Sumber utama energi raksasa penggerak badai tropis berasal dari proses kondensasi yakni yakni mengembunnya kandungan uap air pada udara lembab yang bergerak naik ke ketinggian atmosfer yang dingin. Pada proses kondensasi, uap air akan melepas energi panas kandungannya. Energi panas yang dilepaskan oleh uap air akan terkumpul menjadi energi penggerak dari badai tropis. Selain udara lembab juga diperlukan unsur-unsur lain seperti lautan hangat, adanya gangguan cuaca, dan angin yang bergerak naik membawa udara lembab. Bila unsur-unsur tersebut berlangsung cukup lama, maka terjadilah angin kencang, gelombang laut tinggi , hujan deras dan banjir yang mengikuti fenomena badai tropis.
Pembentukan
Proses terjadinya siklon tropis masih menjadi kajian para ahli., namun faktor –faktor yang diperlukan untuk mendorong terjadinya badai tropis dapat disebutkan sebagai berikut.
1.
Suhu air laut hingga kedalaman 50 meter lebih dari 26,5o Celsius. Perairan hangat merupakan sumber energi dari siklon tropis, sehingga ketika siklon tropis bergerak ke daratan atau perairan dingin maka kekuatan siklon tropis akan melemah secara drastis
2.
Suhu pada atmosfer turun drastis dengan meningkatnya ketinggian. Penurunan suhu atmosfer secara drastis tidak memungkinkan perpindahan kelembaban udara secara konveksi. Aktifitas badai petir (thunderstorm) yang mendorong uap air melepaskan kandungan panasnya.
3.
Kelembaban udara yang tinggi pada atmosfer.
4.
Jarak minimum 500 km dari katulistiwa
5.
Angin bergerak naik vertikal secara perlahan ( kurang dari 10 m/s) sehingga tidak merusak proses pembentukan formasi siklon tropis.
Penutup
Badai tropis merupakan fenomena meteorologis yang sangat potensial menimbulkan dampak kerusakan pada daerah yang dilaluinya. Kekuatan alam pada badai tropis begitu besar dan tak ada upaya manusia yang mampu mencegah atau menghilangkan badai tropis. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah mengenali potensi bahaya yang ada dan melakukan antisipasi agar terhindar dari bencana badai tropis.
Upaya antisipasi yang dapat dilakukan antara lain
•
Mengikuti perkembangan informasi cuaca terutama bila ada peringatan akan datangnya badai tropis.
•
Hindari bepergian ke daerah pantai pada saat musim badai tropis.
•
Berdiam di rumah dengan menutup seluruh pintu dan jendela pada saat terjadi badai tropis
•
Menghindar jauh dari pantai saat terjadi badai tropis.
Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari suhu udara yang rendah ke suhu udara yang tinggi.
Proses Terjadinya Angin
Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara pada suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari yang di terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah yang menerima energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan tekanan udara yang cenderung lebih rendah. Sehingga akan terjadi perbedaan suhu dan tekanan udara antara daerah yang menerima energi panas lebih besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas, akibatnya akan terjadi aliran udara pada wilayah tersebut.
Contoh – contoh alat pengukur angin:
Meskipun pada kenyataan angin tidak dapat dilihat bagaimana wujudnya, namun masih dapat diketahui keberadaannya melalui efek yang ditimbulkan pada benda – benda yang mendapat hembusan angin. Seperti ketika kita melihat dahan – dahan pohon bergerak atau bendera yang berkibar kita tahu bahwa ada angin yang berhembus. Dari mana angin bertiup dan berapa kecepatannya dapat diketahui dengan menggunakan alat – alat pengukur angin. Alat–alat pengukur angin tersebut adalah :
Anemometer, yaitu alat yang mengukur kecepatan angin.
Wind vane, yaitu alat untuk mengetahui arah angin.
Windsock, yaitu alat untuk mengetahui arah angin dan memperkirakan besar kecepatan angin. Biasanya ditemukan di bandara – bandara.
Selain dengan menggunakan alat–alat pengukur angin, arah dan kecepatan angin juga dapat diukur/diperkirakan dengan menggunakan tabel Skala Beaufort.
Contoh tabel Skala Beaufort:
Skala Beaufort
Kategori
Satuan dalam km/jam
Satuan dalam knots
Keadaan di daratan
Keadaan di lautan
0
Udara Tenang
0
0
Asap bergerak secara vertikal
Permukaan laut seperti kaca
1~3
Angin lemah
≤ 19
≤ 10
Angin terasa di wajah; daun-daun berdesir; kincir angin bergerak oleh angin
riuk kecil terbentuk namun tidak pecah; permukaan tetap seperti kaca
4
Angin sedang
20~29
11~16
mengangkat debu dan menerbangkan kertas; cabang pohon kecil bergerak
Ombak kecil mulai memanjang; garis-garis buih sering terbentuk
5
Angin segar
30~39
17~21
pohon kecil berayun; gelombang kecil terbentuk di perairan di darat
Ombak ukuran sedang; buih berarak-arak
6
Angin kuat
40~ 50
22~ 27
cabang besar bergerak; siulan terdengar pada kabel telepon; payung sulit digunakan
Ombak besar mulai terbentuk, buih tipis melebar dari puncaknya, kadang-kadang timbul percikan
7
Angin ribut
51~ 62
28 ~33
pohon-pohon bergerak; terasa sulit berjalan melawan arah angin
Laut mulai bergolak, buih putih mulai terbawa angin dan membentuk alur-alur sesuai arah angin
8
Angin ribut sedang
63~ 75
34~ 40
ranting-ranting patah; semakin sulit bergerak maju
Gelombang agak tinggi dan lebih panjang; puncak gelombang yang pecah mulai bergulung; buih yang terbesar anginnya semakin jelas alur-alurnya
9
Angin ribut kuat
76~ 87
41~ 47
kerusakan bangunan mulai muncul; atap rumah lepas; cabang yang lebih besar patah
Gelombang tinggi terbentuk buih tebal berlajur-lajur; puncak gelombang roboh bergulung-gulung; percik-percik air mulai mengganggu penglihatan
10
Badai
88~ 102
48~ 55
jarang terjadi di daratan; pohon-pohon tercabut; kerusakan bangunan yang cukup parah
Gelombang sangat tinggi dengan puncak memayungi; buih yang ditimbulkan membentuk tampal-tampal buih raksasa yang didorong angin, seluruh permukaan laut memutih; gulungan ombak menjadi dahsyat; penglihatan terganggu
11
Badai kuat
103 ~117
56~ 63
sangat jarang terjadi- kerusakan yang menyebar luas
Gelombang amat sangat tinggi (kapal-kapal kecil dan sedang terganggu pandangan karenanaya), permukaan laut tertutup penuh tampal -tampal putih buih karena seluruh puncak gelombang menghamburkan buih yang terdorong angin; penglihatan terganggu
12+
Topan
³118
³64
Udara tertutup penuh oleh buih dan percik air; permukaan laut memutuh penuh oleh percik-percik air yang terhanyut angin; penglihatan amat sangat terganggu
Jenis-jenis Angin
Secara umum angin dapat dibagi menjadi angin lokal dan angin musim. Angin lokal terdapat 3 macam yaitu :
Angin darat dan angin laut.
Angin darat dan angin laut terjadi akibat adanya perbedaan sifat antara daratan dan lautan dalam menyerap dan melepaskan energi panas matahari. Daratan menyerap dan melepas energi panas lebih cepat daripada lautan.
Angin darat terjadi ketika pada malam hari energi panas yang diserap permukaan bumi sepanjang hari akan dilepaskan lebih cepat oleh daratan (udara dingin). Sementara itu di lautan energi panas sedang dalam proses dilepaskan ke udara. Gerakan konvektif tersebut menyebabkan udara dingin dari daratan bergerak menggantikan udara yang naik di lautan sehingga terjadi aliran udara dari darat ke laut. Angin darat terjadi pada tengah malam dan dini hari.
Sedangkan angin laut terjadi ketika pada pagi hingga menjelang sore hari, daratan menyerap energi panas lebih cepat dari lautan sehingga suhu udara di darat lebih panas daripada di laut. Akibatnya udara panas di daratan akan naik dan digantikan udara dingin dari lautan. Maka terjadilah aliran udara dari laut ke darat. Angin laut terjadi pada sore dan malam hari.
Contoh: angin darat dan angin laut :
Gambar angin Laut (A) dan Angin Darat (B)
Angin gunung dan angin lembah
Gambar Angin Lembah
Angin lembah terjadi ketika matahari terbit, puncak gunung adalah daerah yang pertama kali mendapat panas dan sepanjang hari selama proses tersebut, lereng gunung mendapat energi panas lebih banyak daripada lembah. Sehingga menyebabkan perbedaan suhu antara keduanya. Udara panas dari lereng gunung naik dan digantikan dengan udara dingin dari lembah. Akibatnya terjadi aliran udara dari lembah menuju gunung.
Gambar Angin gunung
Sedangkan pada sore hari lembah akan melepaskan energi panas dan puncak gunung yang telah mendingin akan mengalirkan udara ke lembah. Aliran udara tersebut dinamakan angin gunung.
Angin Puting Beliung
Gambar Angin puting beliung
Angin Ribut/Puyuh
Biasa juga dikenal dengan puting beliung, yaitu angin kencang yang datang secara tiba – tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan punah dalam waktu singkat (3 – 5 menit). Kecepatan angin rata – ratanya berkisar antara 30 – 40 knots. Angin ini berasal dari awan Cumulonimbus (Cb) yaitu awan yang bergumpal berwarna abu – abu gelap dan menjulang tinggi. Namun, tidak semua awan Cumulonimbus menimbulkan puting beliung. Puting beliung dapat terjadi dimana saja, di darat maupun di laut dan jika terjadi di laut durasinya lebih lama daripada di darat. Angin ini lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, terkadang pada malam hari dan lebih sering terjadi pada peralihan musim (pancaroba). Luas daerah yang terkena dampaknya sekitar 5 – 10 km, karena itu bersifat sangat lokal.
Angin Periodik adalah : Jenis angin yang berhembus secara periodik.
Gambar Angin Monsun
Angin monsun adalah angin yang berhembus secara periodik (minimal 3 bulan) dan antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan. Angin monsun di Indonesia ada 2 macam yaitu:
Angin Monsun Asia dan
Angin Monsun Australia.
Angin Monsun Asia Angin ini berhubungan dengan angin baratan yaitu angin yang berasal dari daratan Asia menuju wilayah Indonesia, dengan membawa uap air lebih banyak dari biasanya, sehingga sebagian wilayah Indonesia bagian Selatan Katulistiwa sering banyak hujan atau bertepatan dengan musim hujan di Indonesia. Ketika matahari berada di sebelah Utara Katulistiwa, maka daerah di Belahan Bumi Utara mempunyai suhu udara yang panas dengan tekanan udara cenderung rendah. Sehingga arah pergerakan angin dari Belahan Bumi Utara (daratan Asia) menuju Belahan Bumi Selatan (daratan Australia) dan angin tersebut biasanya berasal dari arah barat menuju timur. Kondisi ini biasa dikenal orang sebagai angin barat.
Gambar Pola Angin Baratan
Gambar Pola Angin Timuran
Angin Monsum Australia Angin ini berhubungan dengan angin timur yaitu angin yang berasal dari daratan Australia. Ketika matahari berada di Belahan Bumi Selatan, maka Belahan Bumi Selatan mempunyai suhu yang panas dan tekanan udara yang tinggi maka pergerakan angin dari Belahan Bumi Selatan (daratan Australia) menuju Belahan Bumi Utara (daratan Asia).
Dampak-dampak yang ditimbulkan angin kencang
Gambar Dampak-dampak yang ditimbulkan angin puting beliung
Selain bermanfaat bagi masyarakat, angin juga dapat menimbulkan masalah. Angin yang sering menimbulkan kerusakan menurut kriteria kecepatan antara lain :
Angin Puting Beliung Adalah angin yang berputar dalam waktu yang sangat singkat sekitar 3 sampai 5 menit, sering terjadi di darat dengan radius sekitar 5 – 10 km. Angin puting beliung dapat membuat atap – atap rumah semi permanen berterbangan dan dapat membuat pohon tumbang. Agar terhindar dari terjangan angin puting beliung perlu di ambil langkah antisipatif berikut :
Menebang dahan – dahan dari pohon yang rimbun dan tinggi untuk mengurangi beban berat pada pohon tersebut.
Memperkuat atap rumah yang sudah rapuh
Cepat berlindung atau menjauh dari tempat kejadian, bila menetahui adanya indikasi akan terjadi puting beliung.
Angin Topan (Badai Tropis)
Angin Topan (Badai Tropis) Angin Topan adalah angin yang berputar dengan skala yang lebih lama sekitar 3 – 7 hari, selalu terjadi di laut dengan daya rusak mencapai ribuan km, Indonesia termasuk negara yang tidak akan pernah dilintasi angin tersebut, namun demikian untuk wilayah yang dekat dengan angin topan akan merasakan dampak tidak langsungnya, antara lain:
Peningkatan kecepatan angin > 20 knots atau 37 km/jam
Gelombang tinggi > 2.5 m
Hujan lebat dan angin kencang pada radius 1000 km dari pusat badai