IN THE NAMES OF GOD - ALLAH

Religious Myspace Comments

SELAMAT DATANG

zwani.com myspace graphic comments

MY CLAN SPECIAL THECNIQUE

Anime Myspace Comments
Myspace Glitter Graphics Maker

"FATWA CINTA SANG RAJA"

Ketika kamu melontarkan sesuatu dalam kemarahan, kata - katamu itu meninggalkan bekas seperti lubang di hati
orang lain.

Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu.

Tetapi, tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf, luka itu akan tetap ada.

Dan, luka karena kata - kata adalah sama buruknya dengan luka berdarah.

(Adryan Mulya Hadinata)

GEMPA TEKTONIK

on Sabtu, Januari 24, 2009

Pendahuluan

Sebuah guncangan gempa berkekuatan 5,9 skala Richter yang terjadi pada pagi hari, pukul 05.55 WIB, tanggal 27 Mei 2006, telah menyebabkan kerusakan yang serius di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan beberapa kabupaten lain di sekitarnya, serta menimbulkan ribuan korban luka dan lebih dari 5.000 warga meninggal dunia (berdasar laporan hingga pukul 13.30 WIB, 29/05/2006).

Sebelumnya banyak pihak menyangka bahwa gempa yang terjadi diakibatkan dari meningkatnya aktivitas Gunung Merapi. Namun informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menyebutkan bahwa penyebab goncangan ialah kegiatan tektonik, yaitu adanya pergeseran lempeng Australia yang menumbruk lempeng Asia.

Inilah salah satu contoh gempa tektonik yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik. Gempa semacam ini dapat terjadi pada batas pembentukan lempeng samudera, pada batas pertemuan antara dua lempeng (daerah subduksi) dan pada daerah sesar aktif pada lempeng benua. Pada daerah-daerah tersebut terjadi pengumpulan tegangan secara terus menerus. Jika tegangan tersebut telah sedemikian besar sampai melampaui kekuatan struktur batuan maka akan terjadi deformasi pada struktur batuan yang terlemah.

Proses Gempa Tektonik

Pada gambar di atas terlihat lempeng tektonik. Tempat pertemuan dua lempeng merupakan daerah yang terlemah sehingga menjadi daerah terjadinya pusat-pusat gempa tektonik

Proses Terjadinya Gempa Tektonik

Gempa bumi tektonik yang biasanya disebut dengan gempa bumi mengalami proses pengumpulan energi sebelum terjadi pelepasan energi. Gempa bumi biasanya disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik dan terjadi di sekitar batas lempeng tektonik. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan oleh lempeng tektonik tersebut. Proses pelepasan energi berupa gelombang elastis yang disebut gelombang seismic atau gempa yang sampai kepermukaan bumi dan menimbulkan getaran dan kerusakan terhadap benda benda atau bangunan di permukaan bumi. Besarnya kerusakan tergantung dengan besarnya getaran yang sampai ke permukaan bumi.

Perhatikanlah gambar gerakan sesar aktif berikut ini:
Ada tiga tipe sesar yang pergerakan sesarnya dapat menimbulkan gempa tektonik:



Sesar Naik


Jika blok atas naik lebih tinggi dari blok kaki karena adanya gaya tekan yang terjadi pada kedua blok.

Sesar Turun

Jika blok atas turun lebih rendah dari blok kaki karena adanya gaya tarikan terjadi pada kedua blok tersebut

Sesar Mendatar

Jika kedua blok sesar bergerak mendatar satu sama lain.

Menentukan Kekuatan Gempa Tektonik

Ada dua cara untuk mengukur kekuatan gempa tektonik, yaitu Magnitude dan Intensitas. Berikut penjelasannya.

Magnitude

Yaitu kekuatan gempa yang terjadi di pusat gempa (hiposenter) dengan menggunakan Skala Richter (SR). Skala ini diciptakan pada tahun 1935 oleh Charles F. Richter, seorang ahli ilmu gempa bumi (seismologi) yang terkenal dari Amerika, lahir di Ohio pada 26 April 1900.

Pada tahun 1935, skala Richter pada mulanya hanya digunakan di California, kemudian dipakai secara luas setelah dimodifikasi. Kekuatan gempa bumi ditentukan berdasarkan logaritma besaran amplitude gelombang gempa yang tercatat pada seismograf.

Terdapat dua tipe utama gelombang gempa , gelombang P dan gelombang S. Gelombang P adalah gelombang gempa yang pertama kali tercatat pada seismograf kemudian diikuti oleh gelombang kedua atau sekunder yang disebut dengan gelombang S.

Mengukur Gempa
Gambar 5:
Cara menentukan magnitude gempa berdasarkan besarnya amplitudo gelombang S

Menurut skala Richter, kekuatan gempa bumi digambarkan dengan pecahan desimal dan ada hubungan dengan energi gempa . Sebagai contoh, gempa dengan kekuatan 2.0 atau lebih kecil dianggap gempa mikro, biasanya tidak dapat dirasakan oleh manusia dan hanya tercatat pada seismograf terdekat. Gempa bumi dengan kekuatan 4.5 dapat tercatat pada seismograf di seluruh dunia dan terjadi ribuan kali dalam setahun termasuk gempa kecil. Kekuatan 5.3 diklasifikasikan sebagai gempa bumi sedang atau menengah dan kekuatan 6.3 termasuk klas gempa bumi kuat. Karena skala Richter menggunakan kelipatan logaritma, maka setiap angka mewakili kekuatan yang 10 kali lebih kuat dibandingkan angka sebelumnya.

Intensitas

Intensitas menyatakan kekuatan gempa di suatu tempat di permukaan bumi. Skala yang digunakan adalah Skala MMI ( Modified Mercalli Intensity). Skala Mercalli diciptakan oleh seorang ahli gunung berapi berbangsa Itali bernama Giuseppe Mercalli, yang mengukur kekuatan gempa bumi pada tahun 1902. Skala Mercalli terbagi kepada 12 skala intensitas dengan memakai angka Rumawi dari I sampai XII. Penentuan skala intensitas gempa dilakukan tanpa peralatan tapi berdasarkan pengamatan terhadap tingkat kerusakan bangunan , jalan dan infra struktur lainnya akibat getaran gempa, sehingga penilaiannya sangat subjektif tergantung dengan pengalaman seseorang.

Misalnya gempa dengan intensitas III MMI berarti getaran dirasakan seperti truk yang lewat , gempa dengan V MMI berarti getaran dirasakan di luar rumah, hiasan dinding bergerak, benda kecil di atas rak berjatuhan, sedangkan intensitas XII MMI berarti hampir seluruh bangunan rubuh dan hancur, gelombang gempa terlihat di permukaan tanah.

Intensitas gempa merupakan efek getaran terhadap orang , bangunan dan tanah di suatu tempat. Kerusakan akibat efek getaran tersebut tergantung dengan struktur bangunan dan kondisi tanah setempat. Struktur bangunan yang terbuat dari kayu akan lebih tahan terhadap gempa dibandingkan dengan bangunan dari tembok batu bata. Membuat bangunan bertingkat di daerah yang rawan gempa harus memperhitungkan kekuatan gempa yang terbesar yang pernah terjadi di daerah tersebut selama minimal dalam seratus tahun. terakhir.

Kerusakan Akibat Gempa Tektonik
Gambar 6. : Kerusakan rumah yang sangat parah akibat gempa di Kolumbia. Kerusakan yang terjadi sangat tergantung dengan kondisi tanah setempat yang dapat memperbesar getaran tanah dan tergantung desain bangunan yang mempunyai respon dinamik terhadap getaran tanah
Sumber : Nature Debates 29 Feb 1999.

Jaringan Stasiun Pengamat Gempa di Indonesia

Pada tahun 1898, di Indonesia mulai dipasang alat pencatat gempa bumi (seismograf) oleh pemerintah kolonial Belanda. Kemudian tahun 1908 secara resmi dipasang alat seismograf mekanik Wiechert 3 komponen di Jakarta. Sampai tahun 1980 berkembang menjadi 10 stasiun seismograf dan tahun 1974 atas bantuan UNDP-UNESCO bertambah menjadi 27 stasiun seismograf. Instansi pemerintah yang menangani masalah gempa tektonik adalah Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Sejak tahun 1989 BMG menambah jaringan stasiun pemantau gempa menjadi 57 seismograf yang terpasang di Indonesia, 28 diantaranya memakai sistem pemantau jarak jauh(telemetri).

Jaringan seismograf dengan sistem pemantau jarak jauh di Indonesia terbagi dalam 5 (lima ) wilayah:

  • Wilayah I meliputi Sumatera Utara dan sekitarnya
  • Wilayah II meliputi Jawa Barat dan sekitarnya
  • Wilayah III meliputi Bali dan sekitarnya
  • Wilayah IV meliputi Sulawesi dan sekitarnya
  • Wilayah V Papua dan sekitarnya

Jaringan Seismograf Telemetri di Wilayah I
Jaringan Seismograf Wilayah I

Jaringan Seismograf Telemetri di Wilayah II
Jaringan Seismograf Wilayah II

Jaringan Seismograf Telemetri di Wilayah III
Jaringan Seismograf Wilayah III

Jaringan Seismograf Telemetri di Wilayah IV
Jaringan Seismograf Wilayah IV

Jaringan Seismograf Telemetri di Wilayah V
Jaringan Seismograf Wilayah V

Daftar Stasiun Seismograf Non Telemetri di Indonesia

No.

Nama Stasiun

Kode

Lokasi

Lintang

Bujur







1

BANDA ACEH

BSI

Sumatera

05 29 42.0 N

95 17 36.0 E

2

TUNTUNGAN

TSI

Sumatera

03 30 03.0 N

98 33 52.2 E

3

PARAPAT**

PSI

Sumatera

02 41 42.0 N

98 55 26.4 E

4

GUNUNG SITOLI

GSI

Nias

01 34 13.0 N

97 34 34.0 E

5

PADANG PANJANG

PPI

Sumatera

00 27 24.5 S

100 23 49.2 E

6

KEPAHIANG

KSI

Sumatera

03 38 01.8 S

102 35 32.4 E

7

KOTA BUMI

KLI

Sumatera

04 51 47.4 S

104 51 24.0 E

8

TANJUNG PANDAN

TPI

Sumatera

02 45 27.0 S

107 39 12.6 E

9

TANGERANG

TNG

Jawa

06 10 18.0 S

106 38 46.2 E

10

JAKARTA

DJA

Jawa

06 11 00.0 S

106 50 10.2 E

11

LEMBANG*

LEM

Jawa

06 49 34.8 S

107 07 03.0 E

12

SAWAHAN

SJI

Jawa

07 44 03.0 S

111 45 57.6 E

13

KARANGKATES

KRK

Jawa

08 09 30.0 S

112 27 09.0 E

14

TRETES**

TRT

Jawa

07 42 14.4 S

112 38 06.0 E

15

WONOSOBO

WNB

Jawa

07 19 58.9 S

109 42 33.3 E

16

KAHANG-KAHANG

KHK

Bali

08 21 51.6 S

115 36 29.4 E

17

DENPASAR

DNP

Bali

08 40 37.8 S

115 12 36.6 E

18

WAINGAPU

WSI

Sumba

09 40 37.0 S

120 17 34.0 E

19

KUPANG

KUG

Nusa Tenggara Timur

10 09 04.8 S

123 36 19.2 E

20

BALIK PAPAN

BKB

Kalimantan

01 15 21.1 S

116 54 55.8 E

21

UJUNG PANDANG

MKS

Sulawesi

05 13 04.2 S

119 28 11.4 E

22

PALU

PCI

Sulawesi

00 54 17.4 S

119 50 12.0 E

23

MANADO

MNI

Sulawesi

01 26 34.8 N

124 50 22.2 E

24

TERNATE*

TNE

Ternate

00 50 55.0 N

127 14 25.0 E

25

AMBON

AAI

Ambon

03 41 13.2 S

128 11 40.2 E

26

TUAL

TLE

Kai

05 38 15.0 S

132 44 58.8 E

27

SAUMLAKI

SLKI

Tanimbar

07 58 54.0 S

131 17 54.0 E

28

SORONG

SWI

Papua

00 51 46.1 S

131 15 35.4 E

29

JAYAPURA

JAY

Papua

02 30 53.4 S

140 42 16.8 E

Peralatan Pencatat Gempa

Gempa tektonik yang terjadi dapat direkam getarannya dengan suatu alat yang disebut dengan Seismograf (Seismograph). Alat ini terdiri dari dua bagian :

  1. Sensor gempa ( Seismometer)
  2. Pencatat gempa ( Recorder)

Kemudian alat ini juga telah dikembangkan sesuai dengan kemajuan tehnologi baik dari segi kepekaan maupun dari tehnik pencatatan getaran, misalnya dengan tehnik digital sehingga getaran tanah dapat dilihat pada layar komputer

Seismograf
Gambar 12 :
Seismograf mencatat getaran saat terjadi gempa . Alat ini dapat mencatat getaran tanah dalam 3 (tiga ) komponen: vertical, horizontal Timur-Barat dan horizontal Utara- Selatan
Sumber: http://aquarium.ucsd.edu/learning/learning_res/voyager/earthquake

Parameter Gempa yang Tercatat oleh Seismograf

Parameter gempa yang tercatat oleh seismograf meliputi :

  • Tipe gelombang gempa : gelombang P dan S
  • Waktu datang gelombang gempa
  • Amplitudo atau simpangan maksimum dari gelombang yang tercatat

Dari parameter gempa yang tercatat pada seismograf kita dapat menentukan jarak gempa, lokasi , kekuatan, waktu terjadinya dan kedalaman suatu gempa

Parameter Gempa

Gambar 13:
Parameter gempa yang tercatat pada seismograf

Gambar pertama menyatakan gelombang gempa yang sampai ke pencatat stasiun gempa. Gambar kedua menunjukkan tipe-tipe gelombang yang tercatat pada seismograf di stasiun pencatat gempa A, B dan C. Melalui alat ini dapat diketahui letak pusat gempa, kekuatannya dan waktu terjadinya.

Penutup

Gempa tektonik merupakan gempa yang disebabkan oleh pelepasan energi yang tiba–tiba yang tersimpan pada batuan sepanjang sesar aktif dan batas lempeng tektonik. Gempa tipe ini paling banyak terjadi di dunia dan sering menimbulkan kerusakan dan korban manusia yang cukup besar setiap tahun.

Dengan mendalami pengetahuan tentang gempa tektonik kita mengerti dampak-dampak yang ditimbulkan sehingga dalam merencanakan bangunan atau tempat pemukiman kita harus memperhitungkan kondisi kegempaan di daerah tersebut.

ALAM GAIB, SIAPA TAKUT...?

on Kamis, Januari 08, 2009

Batu ajaib Ponari adalah bukti bahwa fenomena alam gaib tak pernah sirna. Bagaimana hubungan hal-hal gaib itu dengan sains?

Alam gaib dalam kehidupan masyarakat awam selalu dikaitkan dengan fenomena-fenomena mistik, klenik, dan kekuatan supranatural. Di berbagai jenis masyarakat di seluruh penjuru dunia pembicaraan mengenai subjek ini sudah bukan barang asing lagi. Di kalangan masyarakat Jawa misalnya, yang sudah sangat akrab dengan berbagai fenomena ajaib, hantu, dan ilmu kedigdayaan. Di kalangan masyarakat Eropa yang sudah demikian majunya pun masih berkembang polemik tentang Dracula dan sihir, di kalangan masyarakat primitif Afrika ada fenomena Voodoo, bahkan di kalangan masyarakat Amerika masih ada tradisi Halloween yang sangat kental dengan fenomena metafisik, dan sebagainya.

Jika ditelisik lebih jauh, fenomena-fenomena itu akan menjadi sangat faktual sehingga siapapun tidak bisa menyangkalnya lagi. Masalahnya, mengapa kita masih terus menyangkal keberadaannya? Mengapa ilmu pengetahuan kita akan menemui jalan buntu jika berhadapan dengan hal-hal yang berbau mistik?

Ada semacam kredo yang berkembang di barat bahwa gejala-gejala metafisik itu abnormal, halusinasi, dan merupakan mitos tradisi yang sama sekali jauh dari wilayah sains. Itu kredo yang berkembang di barat, dan sekarang telah merambah ke timur, yang telah lazim di kalangan ilmiah. Cendikiawan barat biasanya memasukkan bahasan metafisika ke dalam kelas psikologi. Menurut mereka, dalam sistem kesadaran, selain kita kompeten terhadap kebanyakan kenyataan-kenyataan objektif, kita juga sering mengalami ilusi halusinatif, sesuatu yang dirasa ada tapi sebetulnya tidak ada. Budaya manusia sangat jauh dari kawasan ilmiah, karena sifatnya yang subjektif. Orang Jawa misalnya, tak tahu dan tak mau tahu kenapa mereka harus membuat sesajen, bakar-bakar kemenyan, takut terhadap pohon-pohon besar, batu-batu besar, kuburan keramat, dan masih banyak lagi. Yang jelas, itu merupakan tradisi turun-temurun yang sifatnya anonim, yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pantas saja, kalangan ilmiah memvonis mati bahwa alam gaib dan segala sesuatu yang berhubungan dengan metafisika, bukanlah wilayah sejati sains.

Namun bagaimanapun, nyata atau tidak nyata, sadar atau tidak sadar, objektif atau subjektif, anonim atau tidak anonim, dan sebagainya adalah bagian dari eksistensi semesta ini. Bagaimanapun misteriusnya hantu-hantu dan makhluk-makhluk halus di sekitar kita, toh mereka tetap bagian dari alam ini, yang harus dimengerti dan dipahami oleh makhluk cerdas seperti kita. Bagi para pemikir barat, mungkin saja, data-data inderawi tentang alam gaib belum cukup menjadi alasan untuk membahas masalah tersebut secara ilmiah. Betulkah?

Alam Gaib dalam Percobaan

Pada akhir Oktober 1927, atas prakarsa pengusaha sabun kaya raya, Ernst Solway, diselenggarakan pertemuan paling bersejarah dalam sejarah sains modern. Pertemuan ini terkenal dengan sebutan Konferensi Solway, bertempat di Hotel Metropole, Brussel, Belgia. Pertemuan pertama ini menjadi sangat terkenal lantaran terjadi perseteruan intelektual antara dua pemikir garis depan, Niels Bohr dan Albert Einstein. Perseteruan tersebut dipicu oleh pengumuman Bohr tentang tafsirannya terhadap Teori Kuantum, yang kemudian terkenal dengan sebutan Aliran Kopenhagen.

Aliran Kopenhagen memperkenalkan dua prinsip paling mendasar dalam fisika, yakni Prinsip Saling Melengkapi (dalam kaitannya dengan konsep materi) dan Prinsip Ketidakpastian (dalam kaitannya dengan konsep ruang-waktu). Masalahnya timbul manakala Einstein secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Prinsip Ketidakpastian. Setiap jamuan teh sore hari, Einstein selalu menyerang prinsip-prinsip Bohr. Ia merancang berbagai percobaan pikiran untuk menemukan berbagai kontradiksi prinsip-prinsip tersebut. Namun selalu saja Bohr mampu menemukan kelemahan konsep Einstein dan mementahkannya.

Pada konferensi selanjutnya, tahun 1930, Einstein mengajukan apa yang disebutnya sebagai paradoks kotak cahaya, yang dirancang untuk menggugurkan ketidakpastian. Ia mengambarkan kotak penuh cahaya dan menganggap energi foton dan waktu pancarannya bisa ditentukan secara pasti. Waktu dan energi adalah sepasang variabel yang memenuhi prinsip tersebut. Caranya, kotak ditimbang terlebih dahulu. Dengan pengatur cahaya yang dijalankan jam di dalam kotak, satu foton dipancarkan. Lalu kotak tersebut ditimbang lagi untuk mengetahui massanya. Kalau perubahan massanya diketahui, maka energi foton dapat dihitung dengan persamaan E=mc2. Perubahan energi diketahui dengan tepat, begitu juga waktu pancaran fotonnya, sehingga gugurlah Prinsip Ketidakpastian.

Percobaan pikiran ini membuat Bohr kelimpungan. Semalam suntuk ia berupaya mencari kelemahan hujah Einstein tersebut. Pagi harinya Bohr menggambarkan kotak cahaya. Dengan gigih, ia mematahkan argumen Einstein: “Ketika foton dipancarkan terjadi sentakan yang menyebabkan ketidakpastian posisi jam dalam medan gravitasi bumi. Ini menyebabkan semacam ketidakpastian pencatatan waktu berdasarkan asumsi Teori Relativitas Umum”.

Einstein sejauh itu kalah dalam berbagai adu argumentasi dengan Bohr. Namun perseteruan berlanjut hingga tahun 1935—kala itu ia menetap di Amerika Serikat dan menjadi guru besar di Institute for Advanced Study, Princeton—ketika Einstein mengajukan sebuah paradoks yang sampai sekarang masih diperdebatkan. Bersama dua kolega mudanya, Boris Podolsky dan Nathan Rosen, ia mengajukan sebuah masalah yang terkenal dengan sebutan Paradoks EPR (Einstein-Podolsky-Rosen) untuk meruntuhkan Prinsip Ketidakpastian. Kalau ada sepasang partikel, misalnya A dan B, dalam keadaan tunggal atau kedua spinnya saling meniadakan (berpasangan). Keduanya bergerak saling menjauh dalam arah tertentu. Suatu ketika spin A ditemukan dalam keadaan ‘atas’. Karena kedua spin harus saling meniadakan, maka dalam arah yang sama spin B harus dalam keadaan ‘bawah’. Fisika klasik sama sekali tidak mempersoalkan hal ini. Cukup disimpulkan bahwa spin B harus selalu ‘bawah’ sejak pemisahan. Masalahnya mulai tampak manakala Aliran Kopenhagen memperlakukan spin A selalu tak pasti sampai ia diukur dan harus mempengaruhi B seketika itu juga, yaitu mengatur agar spin B berpasangan dengannya. Ini berarti ada aksi pada jarak atau komunikasi yang lebih cepat dari kecepatan cahaya, yang tidak bisa diterima.

Einstein dan para koleganya mengusulkan apa yang disebut Prinsip Lokalitas sebagai jalan tengah paradoks ini, sehingga ia mengartikannya sebagai kealpaan Aliran Kopenhagen. Kalau sistem tersebut dipisahkan satu sama lain, pengukuran yang satu tentu tidak akan berpengaruh terhadap yang lain. “Jangan pernah lupakan Teori Relativitas Khusus saya: tidak ada yang lebih cepat dari cahaya”, demikian Einstein menegaskan.

Meskipun demikian, Bohr tetap tidak setuju terhadap konsep pemisahan tersebut. Ia segera mengingatkan Einstein dan semua penyokong sains bahwa mazhabnya selalu menegaskan bahwa mekanika kuantum sangat tidak memperbolehkan pemisahan antara pengamat dan yang diamati. Dua elektron dan pengamat adalah bagian dari satu sistem yang utuh. Jadi, percobaan EPR sama sekali tidak membuktikan ketidaklengkapan Teori Kuantum. “Sangat naif anggapan bahwa sistem atom dapat dipisah-pisah. Sekali dikaitkan, sistem atom tak akan pernah terpisahkan”, demikian Bohr menegaskan.

Berbagai percobaan, misalnya yang dikerjakan John Clauser di Berkeley (1978) dan Alain Aspect di Paris (1982), ternyata meruntuhkan Prinsip Lokalitas. Mereka menyimpulkan bahwa dunia ini bukanlah semata penampakan lokal, tapi juga didukung kenyataan non-lokal yang gaib dan tak terperantarai ruang-waktu, sehingga memungkinkan interaksi yang lebih cepat dari cahaya, bahkan seketika. Contoh populer dari fenomena non-lokal adalah voodoo, ESP (Extra Sensory Perseption) atau yang biasa dikenal persepsi luar sadar. Pertanyaan yang tersisa, jika non-lokalitas betul-betul sahih, bagaimana kita bisa menerima konsep-konsep “tak masuk akal” dan fenomena-fenomena gaib?

Pengalaman

Ketika saya duduk di bangku SMA, saya pernah mengalami momentum kehidupan. Seperti biasa, sebelum bel berdering pukul 7 pagi, saya dan teman-teman duduk-duduk nyantai di teras kelas. Kebetulan kelas kami berhadapan langsung dengan kantor guru. Tiba-tiba dari balik pintu kantor muncul guru biologi kami, Supriyono Satrio, dengan pakaian safari yang sangat serasi dengan postur tubuhnya. Beliau berjalan dengan penuh wibawa menyusuri koridor depan kantor menuju ruang komputer. Seketika terdengar gumaman dari arah Rudi yang duduk di sebelah saya: “Busyet…..Pak Pri gagah banget! Suatu saat gue harus jadi kayak beliau”.

Mendengar gumaman tersebut, sekonyong-konyong saya berkomentar: “O….jadi cita-cita lo ingin jadi guru yach?”.

“Emang kenapa?”, tanya Rudi penuh sentimen.

Tiba-tiba dengan setengah sadar saya menjawab: “Lo ga lihat nasibnya Guru Umar Bakri, beliau sengsara seumur hidup gara-gara ngabdi jadi guru. Kakinya bengkak-bengkak gara-gara ngayuh sepeda ontel berkilo-kilometer setiap hari”.

“Emang cita-cita lo mau jadi apaan?”, tanya Rudi dengan menambah air muka sentimennya.

“Gue mau jadi ilmuwan”, jawab saya mantap.

Namun, mendengar jawaban saya, tiba-tiba si Rudi tertawa lebar menumpahkan semua sentimentilitasnya yang sedari tadi tertahan, sambil berkata: “Ha….Apa? Lo mau jadi ilmuwan? Buat apa? Komputer sudah ada, mobil sudah ada, pesawat supersonik juga ada, pesawat ulang-alik juga sudah dibuat, bahkan bom nuklir juga sudah ada. Lo mau apa lagi? Semuanya sudah ditemukan orang-orang Eropa dan Amerika yang pinter-pinter itu. Kalau lo mau jadi ilmuwan, lo jangan makan tahu-tempe terus, lo harus makan roti dan keju. Lo harus banyak ngeremi telur ayam kayak Thomas Alfa Edison. Atau lo harus sering kejatuhan apel kayak Newton. Lo juga harus sering-sering naik kereta api kayak Einstein. Emang lo bisa apa?”.

Saya mati kutu di hadapan Rudi. Ternyata dia tersinggung dengan protes saya terhadap cita-citanya yang ingin jadi guru. Dan peristiwa itu pun membekas sepanjang hari, bulan, dan tahun-tahun yang saya lalui. Setiap hari saya hidup dengan sebuah pertanyaan: apa yang bisa saya lakukan?

Pada suatu malam yang sepi-senyap ditambah guyuran kecil hujan rintik-rintik, saya mencoba duduk-duduk santai di teras rumah. Tapi apa yang saya dapatkan justru jauh dari kesantaian yang diharapkan. Pemandangan gelap dan menakutkan berkeriapan di mata, kadang-kadang suara desis angin dan suara jangkrik malam menambah kental suasana mistis. Tapi apalah arti semua itu dibandingkan pertanyaan-pertanyaan yang tiba-tiba menyergap saya dari depan, samping, dan belakang.

“Kenapa saya tiba-tiba merinding? Apa benar ada setan berkeliaran di sekitar saya? Ah, itu cuma takhayul!”.

“Tapi kenapa saya ragu? Bukankah Alquran telah membenarkannya? Kalau memang itu benar, kenapa saya tidak pernah memergoki mereka? Apa benar jin, kuntilanak, tuyul, pocong, sundel bolong, genderuwo, buta ijo, atau apa saja yang pernah saya tonton di acara TV itu ada? Kalau begitu, kenapa saya harus percaya?”.

Manakala kondisi otak makin kritis, saya samar-samar mengingat omongan Rudi, untuk kemudian saya menyimpulkan: “Jangan-jangan ini adalah masalah yang belum bisa dipecahkan orang-orang Amerika dan Eropa yang pinter-pinter itu!”.

Kesimpulan itu kemudian mempengaruhi hari-hari saya bertahun-tahun kemudian, bahkan sampai saat ini. Jadi, siapa takut alam gaib!

foto:spiritualisme.files.wordpress.com

MENGENAL SISTEM PERINGATAN TSUNAMI INDONESIA

on Rabu, Januari 07, 2009

Setelah dikembangkan mulai tahun 2005 dengan melibatkan kurang lebih 16 institusi, Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia ( Indonesian Tsunami Early Warning System / Ina-TEWS) telah diluncurkan secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 November 2008. Hal ini adalah berita yang sangat membahagiakan bagi bangsa Indonesia, yang secara geografis memang hidup di negara yang rawan akan bencana alam, khususnya bencana gempa dan tsunami. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setidak-tidaknya ditengarai 25 propinsi dari 33 propinsi di seluruh Indonesia, mempunyai kawasan yang rawan akan tsunami. Dengan diluncurkannya Sistim Peringatan Dini Tsunami tersebut, diharapkan akan semakin menambah kenyamanan hidup masyarakat, karena kapanpun terjadi gempa di Indonesia, dengan cepat sistem ini mampu memberikan informasi ke masyarakt melalui pejabat atau instansi yang ditunjuk.

Membanggakan

Ina-TEWS memang sebuah sistem yang sangat membanggakan, karena hanya dalam waktu yang relatif singkat yaitu kurang lebih 3 tahun berhasil dikembangkan. Dengan kemampuan saat ini yang bisa memberikan peringatan tsunami dalam waktu 5 menit setelah terjadinya gempa, Ina-TEWS dianggap sebagai salah satu sistem yang handal di dunia khususnya dikawasan Samudera Hindia. Dengan tiga pilar utama institusi, yaitu Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk Seismic monitoring, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Bakosurtanal untuk Oceanographic monitoring, sistem ini diharapkan mampu memberitahu masyarakat bahwa gempa yang terjadi berpotensi menimbulkan tsunami. Dan sebaliknya sistem ini juga sanggup menyatakan bahwa gempa yang terjadi tidak menimbulkan tsunami.

Pada dasarnya Sistem ini diawali dengan Informasi yang disampaikan oleh BMKG tentang adanya gempa dengan besar kekuatan dalam skala Richter, waktu kejadian sampai satuan detik, lokasi dan kedalaman pusat gempa, serta berpotensi atau tidaknya mendatangkan bencana tsunami, dan kemudian akan dikonfirmasi oleh kedua institusi selanjutnya. Secara sederhana bisa disampaikan, apabila terjadi lagi gempa dengan kekuatan dan lokasi sumber gempa seperti di Aceh dan Pangandaran yang menyebabkan Tsunami, maka masyarakat dalam waktu 5 menit bisa diperingatkan dan masih ada selisih waktu kurang lebih 30 s/d 40 menit untuk bisa menyelamatkan diri. Hal ini memungkinkan karena waktu tempuh yang diperlukan oleh Gelombang pertama tsunami mencapai daratan yang rata-rata berjarak 250 km adalah antara kurang lebih 35 s/d 45 menit. Dengan kondisi ini, diharapkan dampak dari tsunami bisa diminimalisir khususnya korban jiwa yang sangat tidak diinginkan.

Integrasi Data dan Informasi

Sistim Peringatan Dini Tsunami ini banyak menggunakan pertukaran dan pengintegrasian data yang dihasilkan oleh sensor yang berbeda yang diletakkan ditempat yang berbeda pula. BMKG menempatkan Seismometer untuk memonitor gempa ditempat-tempat daratan yang rigid dan terpencil atau sepi (untuk mengurangi noise). BPPT menempatkan Wahana Apung (Tsunameter atau tsunami-Buoy) di sekitar kawasan dilaut yang ditengarai sebagai rawan gempa. Bakosurtanal menempatkan Tide-Gauge lebih banyak di tepi pantai untuk memonitor tinggi pasang surut air laut, disamping keberadaan jejaring GPS (Geographycal Positioning System) untuk memantau pergerakan lempeng bumi di lokasi-lokasi yang ditentukan. Seluruh Jejaring Seismometer di Indonesia akan mengirimkan data langsung ke Pusat Nasional dan Pusat Regional. Saat ini ada 10 regional di seluruh Indonesia yaitu di Aceh, Padang, Ciputat, Jogja, Denpasar, Kupang, Makassar, Ambon, Manado dan Jayapura.

Disadari bahwa Pertukaran dan Pengintegrasian Data bukan merupakan hal yang mudah. Itulah salah satu sebab, saat ini dimanapun di dunia, sistim peringatan dini bencana khususnya tsunami menggunakan asas redudancy (pengulangan), dalam arti selalu ada cadangan atau alternatif lain yang mendukung apabila salah satu komponen tidak berjalan dengan semestinya karena berbagai sebab. Sebagai contoh, Pusat Regional akan berfungsi sebagai Pusat Nasional, apabila terjadi sesuatu di Pusat Nasional.

Dalam kaitan integrasi data, disamping mengharapkan data konfirmasi dari Tsunameter yang dikembangkan dan dipasang oleh BPPT serta Tide Gauges oleh Bakosurtanal , saat ini BMKG juga menggunakan Tsunami Database sebagai acuan lain. Untuk penggunaan tsunami database, apabila terjadi gempa didaerah tertentu maka database yang berisi sejarah kejadian tsunami didaerah tersebut akan memberikan tambahan acuan untuk memutuskan ada tidaknya potensi tsunami. Hal ini diharapkan akan menambah “amunisi” dasar perhitungan yang kuat bagi petugas di BMKG untuk menentukan berpotensi atau tidaknya gempa yang terjadi menimbulkan tsunami.

Kelembagaan.

Pertukaran dan Pengintegrasian Data bisa dipermudah dengan Pertukaran dan pengintegrasian Informasi. Untuk mengubah data menjadi informasi, dibutuhkan Pakar-pakar dibidang masing-masing. Menggarisbawahi bahwa waktu yang tersedia untuk menyelamatkan masyarakat dari bencana tsunami di Indonesia sangatlah singkat, seluruh pertukaran dan pengintegrasianpun harus dilakukan secepat dan seakurat mungkin. Artinya harus meminimalisir faktor dan tingkat kesulitan yang ada. Faktor dan tingkat kesulitan dalam mengembangkan konsep pengintegrasian data lebih banyak menyangkut pada pengintegrasian server sebagai kotak data. Tetapi pertukaran dan pengintegrasian informasi, lebih kepada “penyatuatapan” pakar masing-masing dalam sebuah manajemen. Hal ini penting dilakukan mengingat keterbatasan waktu yang dibutuhkan untuk segera memberikan keputusan ada tidaknya bencana tsunami disamping koordinasi yang memang masih agak sulit untuk dilaksanakan.

Untuk meminimalisir faktor dan tingkat kesulitan dalam pertukaran dan pengintegrasian baik data ataupun informasi, langkah yang paling tepat untuk segera dilaksanakan adalah Pengembangan Pusat Peringatan Tsunami Nasional (National Tsunami Warning Center /NTWC). Dengan dikembangkannya NTWC ini, seluruh pakar maupun jejaring peralatan terkait, akan berada dalam satu kesatuan manajerial. Lembaga seperti ini juga dikembangkan di negara lain seperti Pacific Tsunami Warning Center (PTWC) di Amerika Serikat.

Disamping semakin mudahnya pertukaran data dan informasi, NTWC juga bisa dijadikan acuan untuk mengembangkan keberlanjutan (sustainability) dari Ina-TEWS dari sisi pengembangan kelembagaan yang sangat dibutuhkan dimasa yang akan datang. Investasi yang telah ditanamkan untuk mengembangkan Sistim Peringatan Dini Tsunami di Indonesia mulai dari tahun 2005 baik yang berasal dari APBN maupun donasi dari negara-negara donor sudah tentu akan membutuhkan biaya operasi dan perawatan yang tidak sedikit. Hal ini guna menjamin keberlangsungan untuk menyelamatkan masyarakat dari bencana alam khususnya tsunami yang memang sudah tertakdirkan ada bersama

PROSES TERJADINYA GUNUNG

on Selasa, Januari 06, 2009


Pengertian Gunung

Gunung : Cikuray di Garut, Jawa Barat

Gunung adalah suatu daerah daratan yang mempunyai perbedaan tinggi yang menyolok dengan daerah sekitarnya. Sebuah gunung biasanya lebih tinggi dan curam dari sebuah bukit, tetapi ada kesamaaan, dan penggunaan sering tergantung dari adat lokal. Misalnya, Ensiklopedia Britannica mendefinisikan gunung apabila memiliki puncak lebih 2000 kaki atau 610 m.


Proses Terjadinya Gunung

Gunung terjadi karena adanya proses gaya tektonik yang bekerja dalam bumi yang disebut dengan orogenesis dan epeirogenesis. Dalam proses orogenesis ini sedimen yang terkumpul menjadi berubah bentuk karena mendapat gaya tekan dari tumbukan lempeng tektonik. Ada tiga tipe tumbukan lempeng tektonik, antara lempeng busur kepulauan dan benua, lautan dan benua, dan antara benua dengan benua. Tumbukan lempeng lautan dan benua menimbulkan deposit sedimen laut terhadap tepi lempeng benua. Tumbukan antara lempeng busur kepulauan dengan benua berakibat lempeng lautan menyusup ke lapisan asthenosfir dan batuan vulkanik dan sedimen menumpuk pada sisi benua sehingga terjadilah pegunungan Sierra Nevada di California pada zaman Mesozoic. Sedangkan tumbukan lempeng benua dengan benua merupakan proses pembentukan sistem pegunungan Himalaya dan Ural

Sedangkan dalam proses epeirogenesis merupakan gerakan yang membentuk benua yang bekerja sepanjang jari-jari bumi. Proses ini juga disebut gerakan radial karena gerakan mengarah atau menjauhi titik pusat bumi dan terjadi pada daerah yang sangat luas sehingga prosesnya lebih lambat dibandingkan dengan proses orogenesis. Pembentukan dataran rendah (graben) dan dataran tinggi (horts) adalah salah satu contoh proses epeirogenesis.

Proses pembentukan gunung berlangsung menurut skala tahun geologi yaitu berkisar antara 45 – 450 juta tahun yang lalu. Misalnya pegunungan Himalaya terbentuk mulai dari 45 juta tahun yang lalu, sedangkan pegunungan Appalache terbentuk mulai dari 450 jutan tahun yang lalu.

Model terjadinya gunung mengalami tiga tingkatan proses, yaitu:

  1. Akumulasi sedimen: lapisan lapisan sedimen dan batuan vulkanik menumpuk sampai kedalaman beberapa kilometer.

  2. Perubahan bentuk batuan dan pengangkatan kerak bumi:sedimen yang terbentuk tadi mengalami deformasi karena adanya gaya kompresi akibat tumbukan antar lempeng-lempeng tektonik.

  3. Pengangkatan kerak bumi akibat gerakan blok sesar: tumbukan antar lempeng akan mengangkat sebagian kerak bumi sebagai lipatan lebih tinggi dari sekitarnya sehingga terbentuk gunung. Sedangkan jika terjadi gaya tegangan atau tarikan antar lempeng maka akan terbentuk graben (lembah)

Skema Proses Terjadinya Pegunungan Himalaya

Sebelum terbentuk pegunungan Himalaya , terjadi gerakan lempeng India ke arah lempeng Eurasia. Lempeng India merupakan komposisi batuan yang sangat tua 2-2,5 milyar tahun. Titik referensi yang berwarna kotak kuning masih berada dibawah . Setelah mengalami proses tumbukan yang lama antara dua lempeng tersebut maka sebagian dari tepi lempeng India terangkat dimana terlihat kotak kuning berubah posisi ke tempat yang lebih tinggi.Sehingga terbentuklah pegunungan Himalaya saat ini.

Skema Pembentukan Dataran Rendah (Graben)

(Sumber: http://csmres.jmu.edu/geollab/vageol/vahist/mtnmodel.html)

Kulit bumi yang sebelumnya dalam kondisi seimbang, mendapat gaya tektonik yang saling berlawanan arah (gaya regangan) akibat desakan panas ke atas, sehingga menimbulkan retakan (cracking). Proses tektonik ini berlangsung terus menerus dalam jangka waktu geologi yang cukup lama. Blok yang retak menjadi turun akibat gaya tarik gaya berat sehingga terbentuk


Rangkaian Gunung-Gunung di Muka Bumi

Sistem rangkaian jalur pegunungan di bumi meliputi Pegunungan Cordillera, Amerika Utara, Pegunungan Andes, Alpin, Ural, Appalache, Himalaya, Caledonia dan Tasmania. Gambar di bawah ini menunjukkan Peta Rangkaian Gunung-Gunung di Bumi.

(Sumber: United States Geological Survey)

Ahli Geologi mengklasifikasikan gunung menurut ketinggiannya yaitu gunung tinggi, menengah dan rendah. Warna merah pada peta menunjukkan gunung-gunung tinggi seperti pegunungan Himalaya, Andes , warna jingga menunjukkan gunung dengan tinggi menengah seperti pegunungan Ahaggar di Algeria sedangkan warna kuning menunjukkan gunung dengan ketinggian rendah seperti pegunungan Meratus di Kalimantan , Indonesia.

Halaman Utuh

BENCANA TSUNAMI

on Senin, Januari 05, 2009

Pendahuluan

Kata ‘Tsunami 'akhir-akhir ini semakin popular dan dikenal di masyarakat dan tampaknya tsunami telah menjadi kosakata baru yang kian akrab didengar dari berbagai media apalagi setelah terjadi bencana tsunami di Aceh.

Peristiwa tsunami di Aceh merupakan bencana tsunami terbesar di sepanjang sejarah tragedi manusia yang menghancurkan bangunan, jalan dan fisik lain serta menimbulkan korban manusia hingga tewas dan hilang. Hampir setiap hari media massa baik dalam dan luar negeri memberitakan peristiwa besar dan bersejarah bagi tragedi kemanusiaan di Aceh dan Sumatera Utara ini. Secara psikis pemberitaan yang berlebihan dan terus menerus membuat orang-orang yang berada dan tinggal di pantai menjadi cemas. Kecemasan dan kepanikan menjadi berlebihan ketika terjadi gempa bumi di sekitar pantai. Orang-orang menjadi cemas dan bias berubah menjadi kepanikan massal. Kondisi ini sangat tidak kondusif bagi stabilitas keamanan dan ketertiban social. Adalah lebih baik bila fenomena alam seperti tsunami dapat dikenali dan dipahami dengan baik.

Sebenarnya apa itu tsunami? Apa penyebab terjadinya tsunami? Apakah bencana tsunami dapat dicegah dan dihindari? Ikuti selanjutnya pembahasan mengenai tsunami.
Pengertian "Tsunami"?

Sebenarnya apa itu tsunami? Banyak orang salah pengertian mengenai tsunami bahwa tsunami disebabkan oleh badai angin atau badai hujan yang deras atau bahkan badai ombak laut yang besar.

Secara etimologi istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti pelabuhan (tsu) dan glombang (nami). Tsunami adalah peristiwa datangnya gelombang laut yang tinggi dan besar ke daerah pinggir pantai setelah beberapa saat terjadi gempa bumi, letusan gunung berapi dan tanah longsor di dasar laut serta dampak meteorit. Istilah ini bermula diciptakan oleh para nelayan Jepang ketika mereka kembali ke pelabuhan untuk menemukan daerah sekitar pantai yang dihantam gelombang yang tinggi dan besar.



GAMBAR: PANTAI



Ciri-ciri Tsunami

Tsunami berbeda dengan badai angin atau badai hujan yang deras atau bahkan topan yang keras dapat menghancurkan rumah dan menimbulkan korban jiwa. Tsunami juga bukan gelombang ombak besar disertai angin keras dan kuat dari lautan.

Tsunami dapat dikenali dari beberapa ciri yang dimilikinya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut.

  • ketika terjadi gempa bumi, letusan gunung berapi dan tanah longsor di dasar laut serta dampak meteorit, a ir laut seketika berangsur surut atau naik secara mendadak dari garis pantai.
  • gelombang air laut bergerak dengan cepat.
  • memiliki gelombang pasang yang tinggi amplitudonya dan panjang. Dalam beberapa kasus amplitudo gelombang dapat mencapai 50 meter. Sedangkan panjang gelombang mencapai ribuan kilometer. Kapal kapal di tengah laut tidak merasakan adanya tsunami
  • gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan mencapai 500 sampai 1000 km perjam, tergantung dengan kedalaman laut . Biasanya membawa material lumpur laut yang cukup banyak
  • Biasanya gelombang laut itu akan menghantam pantai atau pelabuhan terdekat dalam waktu 10 sampai 30 menit.
  • berpotensi besar menghantam pantai atau pelabuhan laut yang terdekat dengan sumber tsunami.
  • Gelombang tsunami biasanya berlapis-lapis. Setiap lapisan gelombang memiliki panjang gelombang sekitar 150 meter dan membutuhkan periode waktu sekitar 10 detik.

Gambar Tsunami

Proses Tsunami

Bagaimana sih terjadinya tsunami? Ketika terjadi gempa bumi, letusan gunung berapi dan tanah longsor di dasar laut gerakan ataupun dampak meteorit, air laut menjadi bergerak terjadi deformasi vertikal dasar laut sehingga menga kibatkan perbedaan tinggi permukaan laut. Proses untuk mencapai keseimbangan kembali ini menimbulkan gelombang laut yang diperkirakan mencapai 50 meter tingginya. Sedangkan panjang gelombang mencapai ribuan kilometer dengan kecepatan gelombang bergerak mencapai 500 sampai 1000 km perjam. Biasanya gelombang laut itu akan menghantam pantai atau pelabuhan terdekat dalam waktu 10 sampai 30 menit setelah terjadinya penyebab tsunami.


ANIMASI TERJADINYA PROSES TSUNAMI

Gelombang tsunami ini bergerak dari dari dasar laut hingga permukaan laut, dan ikut membawa material dasar laut yang biasanya mengandung lumpur berwarna hitam pekat. Gelombang besar yang memiliki kekuatan sangat besar ini secara simultan dan bersamaan bergerak cepat menghantam pelabuhan atau pantai terdekat bahkan bisa lebih jauh tergantung kekuatan tsunami yang dimilikinya. Bahan dasar laut atau lumpur dari dasar laut ikut tersapu dan terdorong oleh gelombang tsunami menambah kekuatan tsunami sehingga kerusakan yang ditimbulkan sangat besar. Cobalah perhatikan korban tsunami yang ada di Aceh. Para korban tampak kotor dan agak hitam, karena berlumuran lumpur yang berasal dari dasar lautan yang ikut bergerak disapu gelombang tsunami.


Tempat-tempat terjadinya Tsunami

Dalam sejarahnya, banyak sekali tempat yang dihantam tsunami; biasanya adalah tempat-tempat yang berdekatan dengan pantai. Misalnya pada tahun 1960 terjadi tsunami di Chili yang diakibatkan oleh gempa bumi berkekuatan 9,5 skala Richter . Pada tahun 1575 juga terjadi tsunami besar di daerah ini. Terakhir dan terbesar adalah yang terjadi di Aceh – Indonesia yang menimbulkan korban jiwa mencapai 300.000 orang baik yang tewas maupun yang hilang.

Menurut sejarahnya peristiwa tsunami pertama kali dapat dicatat adalah ketika tahun 6100 sebelum Masehi terjadi di Lautan Atlantic Utara akibat dari pergeseran dasar laut sehingga menimbulkan pergeseran tanah di dasar laut.

Tahun 1650 - Terjadi letusan gunung berapi Santorini Pulau Yunani yang mengakibatkan tsunami 100 m sampai 150 m yang menghancurkan teluk utara pulau Kreta di Yunani.

Tahun 1755 - Bencana tsunami terjadi di Lisbon Portugal yang didahului setengah jam sebelumnya oleh gempa bumi. Sekitar sepertiga penduduk Lisbon ketika itu menjadi korban keganasan tsunami.


GAMBAR KORBAN DI ACEH

Tahun 1883 – Gunung Krakatau meletus yang memuntahkan lahar panas sehingga mengakibatkan badai tsunami besar. Diperkirakan tinggi tsunami mencapai 40 meter dari permukaan laut. Bencana ini mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa manusia dan musnahnya kehidupan hewan dan tumbuhan untuk jangka waktu lama.

Tahun 1960 – Tsunami Chili sebagai akibat gempa bumi berkekuatan 9,5 skala Richter. Tinggi gelombang tsunami mencapai 25 meter. Bencana tsunami Chili ini merupakan salah satu bencana tsunami paling besar sepanjang abad 20.

1964 – Tsunami Alaska yang disebut sebagai tsunami Jumat Baik karena terjadi pada hari Jumat. Tsunami ini terjadi karena ada gempa bumi yang berkekuatan sekitar 9,2 skala Richter dan tsunami ini memiliki tinggi gelombang setinggi enam meter.

004 Tsunami Lautan India atau dikenal dengan tsunami Aceh Indonesia, karena korban terbesar adalah wilayah Aceh. Bencana tsunami Aceh ini ada juga yang menyebutnya Tsunami Hari Natal (Chrismast Tsunami) tyerjadi karena terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, sehari setelah Hari Natal dimulai dengan gempa bumi dengan kekuatan 9,0 skala Richter. Gelombang tsunami menghantam Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Langka, Maldives, Somalia, Kenya dan Tanzania di timur Afrika. Jumlah korban jiwa yang diakibatkan tsunami ini berkisar 300 ribu jiwa.


Peringatan dan Pencegahan dari tragedi tsunami

Tsunami merupakan fenomena alam yang biasa terjadi namun hampir sedikit sekali dapat diprediksi terjadinya tsunami. Oleh karena itu ketika tsunami terjadi akan banyak menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Namun demikian untuk menghindari bahaya tsunami dapat dilakukan dengan memberikan peringatan sedini mungkin pada orang-orang yang tinggal dan berada di sekitar pantai. Di beberapa pantai yang kerap terjadinya tsunami seperti di pantai-pantai Jepang dan Amerika telah dipasangi papan peringatan tentang terjadinya potensi tsunami. Awas Tsunami!. Di beberapa tempat malah dipasang system alarm yang menghubungkan peralatan deteksi tsunami dari instansi berwenang memberikan peringatan. Di beberapa pantai di Jepang malah telah dibuat dinding beton penghalau agar dapat mengurangi laju tsunami, juga dibangun tempat tempat pengungsian . Dengan cara-cara ini potensi kerusakan yang akan ditimbulkan oleh tsunami dapat dikurangi.


GAMBAR PAPAN PERINGATAN DI PANTAI

Cara lain adalah dengan menjaga kelestarian dan keutuhan pepohonan yang ada sekitar pantai. Bila lahan sekitar pantai sudah gundul atau berkurangnya pepohonan maka perlu adanya upaya reboisasi. Reboisasi dilakukan sepanjang garis pantai. Makin banyak pohon yang ada dan ditanam di sekitar pantai membuat laju tsunami makin berkurang dan terhambat sehingga mengurangi kerusakan yang ditimbulkan tsunami.


GAMBAR HUTAN MANGROVE DI PANTAI

Penutup

Tsunami merupakan salah satu fenomena alam yang tidak bisa dicegah kejadiannya. Oleh karena itu manusia harus mengenali cirri ciri dan proses kejadian tsunami untuk menghindari kerusakan pada fisik dan mengurangi korban jiwa manusia. Semoga materi ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai fenomena alam terutama tsunami. Wasalam.

CUACA DAN PENERBANGAN

on Kamis, Januari 01, 2009


Pengertian Cuaca Penerbangan

Gbr: Cuaca Penerbangan

Cuaca Penerbangan adalah cuaca yang diperuntukan khusus unutk dunia penerbangan, baik untuk saat lepas landas, mendarat maupun selama penerbangan. Informasi cuaca ini diberikan setiap waktu pada saat pesawat akan merencanakan penerbangan yang disesuaikan dengan jadwal penerbangan.


Informasi Cuaca Untuk Penerbangan

Informasi cuaca pada saat lepas landas, selama perjalanan dan mendarat meliputi beberapa unsur cuaca, yaitu angin, jarak pandang. tekanan, jenis awan, dan suhu

1. Angin

Unsur arah angin ini diperlukan untuk menentukan dari mana dan kemana pesawat tersebut lepas landas maupun mendarat dengan memperhitungkan kecepatan angin yang sedang terjadi, sedangkan selama perjalanan dimanfaatkan untuk mempertahankan posisi pesawat saat di udara. Prubahan arah dan kecepatan angin permukaan yang signifikan dilaporkan seketika itu juga untuk keselamatan penerbangan saat lepas landas maupun mendarat. Pesawat terbang akan melakukan pendaratan dan lepas landas menuju arah datangnya angin, namun juga memperhatikan landasan contoh:


Pada landasan yang memenjang dari barat hingga timur
- Jika angin berasal dari barat maka pesawat akan lepas landas maupun landing menuju barat
- Jika angin berasal dari timur maka pesawat akan lepas landas maupun landing menuju timur


Pada landasan yang memenjang dari utara hingga selatan
- Jika angin berasal dari selatan maka pesawat akan lepas landas maupun landing menuju selatan
- Jika angin berasal dari utara maka pesawat akan lepas landas maupun landing menuju utara

2. Jarak Pandang

Untuk pesawat yang tidak otomatis, informasi jarak pandang sangat diperlukan dalam hal pendaratan, baik jarak pandang vertikal maupun horizontal.

- Jarak pandang vertikal : erat kaitannya dengan saat pesawat akan melakukan pendaratan saat masih di udara, hal ini pentig untuk mengetahui posisi dan sisa runway landasan agar pendaratan dapat dilakukan dengan tepat
- Jarak pandang horizontal : erat kaitannya dengan saat pesawat sudah mulai mendarat di dekat permukaan

Gbr: Jarak Pandang untuk Penerbangan

Dalam penerbangan dikenal dengan Runway Visual Range, (RVR) merupakan alat meterologi yang memberikan informasi jarak pandang maksimum (visibility) didaerah sekitar runway, RVR biasanya dipasang sebagai kelengkapan fasilitas Instrumen Landing System (ILS)

Kejadian-kejadian yang dapat mengurangi jarak  pandang:
- Hujan Deras

Pada dasrnya hujan didefinisikan sebagai partikel-partikel air yang jatuh ke permukaan tanah berbentung kepingan dengan diameter 0.5 mm atau kurang, dapat dibayangkan apabila partikel-partike yang jatuh ke bumi di suatu badara jumlahnya sangat banyak, tentu saja akan mengakibatkan berkurangnya jarak pandang. Pada umumnya hujan deras ini jatuh dari awan rendah antara lain awan Cumulonimbus (Cb)
- Udara Kabur/Haze

Hal ini terjadi dikarenakan polusi udara karena asap kendaraan, asap dari hasil pembuangan industri pabrik, dan pembakaran hutan. Partikel-partikel asap yang besar akan jatuh ke permukaan bumi, sedangkan partikel-partikel yang kecil yang seukuran dengan mist dan halimun akan melayang di udara.


Gbr: Udara kabur/haze di perkotaan

- Halimun/Mist

Terdiri dari tetes-tetes air mikroskopis yang melayang di udara, kejadian ini dapat mengurangi jarak pandang tidak kurang dari 1 km. tetes-tetes air mikroskopis ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang karena ukurannya yang sangat kecil.



Gbr: Halimun/mist

- Kabut/Fog

Terdiri dari tetes-tetes air yang sangat kecil yang melayang-layang di udara dan dapat mengurangi jarak pandang kurang dari 1 km. tetes-tetes air ini dapat dilihat dengan mata biasa dan pergerakannya mengikuti pergerakan udara.


Gbr: Kabut/fog di perkotaan

- Smog

Merupakan campuran asap dan kabut yang dapat mengurangi jarak pandang.
- Badai Pasir/Sandstorm

Terjadi dari pengangkatan pasir yang dapat naik ke udara dikarenakan tiuan angin, namun ketinggian naiknya pasir ini tergantung dari ukurannya namun karena ringan, partikel ini jarang mencapai ketinggian lebih dari 20-30 m. Biasanya terjadi di daera padang pasir.
- Badai Debu/Duststorm

Terjadi dari partikel-partikel debu yang sangat kecil yang melayang di atas permukaan hingga ketinggian beberapa km dari permukaan, kejadian ini dapat berlangsung lama dan meluas dan umumnya terjadi pada daerah padang pasir.

3. Jenis Awan

Ada bermacam-macam jenis awan berdasarkan level ketinggian, yaitu awan rendah, menengah, dan tinggi. Dalam penerbangan awan yang harus dilaporkan adalah jenis awan rendah yaitu awan Cumulonimbus(Cb) dan awan Towering Cumulus(Tcu), namun pada umumnya awan Cb.


Awan ini sangat ditakuti dalam penerbangan karena dapat mengakibatkan updraft (arus naik), downdraft (arus turun), dan windshear (perubahan keepatan secara tiba-tiba), yang apabila pesawat berada di dalam/bawah awan ini pada saat setelah lepas landas, sebelum mendarat, maupun pada saat terbang akan mengakibatkan ketidak stabilan posisi pesawat yang dapat berakibat fatal.

Gbr: Awan Cumulonimbus (Cb)

4. Suhu Udara

Suhu udara dalam penerbangan sangat erat kaitannya dengan pemuaian udara dimana apabila suhu tinggi udara memuai, begitu pula sebaliknya:

- apabila suhu lebih tinggi: mengakibatkan pemuaian udara yang lebih, hal ini dapat mengakibatkan terbentuknya fatamorgana yang dapat mempengaruhi estimasi pilot mengenai jarak pandang yang sebenarnya. Suhu yang tinggi dapat juga memacu meningkatkan daya angkat yang harus dihasilkan pesawat yang nantinya akan mempengaruhi terhadap penggunaan bahan bakar. Dapat dibayangkan apabila udara di sekeliling pesawat yang merupakan media terbangnya pesawat menjadi renggang, yang dapat mengurangi daya angkat pesawat
- apabila suhu lebih rendah: dengan suhu yang lebih rendah, udara di sekeliling akan lebih rapat dari pada ketika panas, hal ini menyebabkan pesawat memiliki daya angkat yang lebih pada saat lepas landas, maupun terbang di udara, yang tentunya akan dapat mengurangi daya angkat yang harus dihasilkan pesawat sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan bakar.

5. Tekanan

Tekanan merupakan salah satu unsur cuaca terpenting yang dibutuhkan dalam penerbangan, tekanan tidak lepas kaitannya dengan suhu, dimana tekanan berbanding terbalik dengan suhu. Hal ini jelas apaila suhu tinggi maka tekanan rendah dan sebaliknya, apabila suhu rendah maka tekanan tinggi. Tekanan permukaan laut/Mean sea level pressure (MSLP atau QFF) adalah tekanan pada permukaan laut atau (saat pengukuran tekanan dilakukan pada daratan yang telah ditentukan ketinggiannya).


Dalam dunia penerbangan dikenal istilah “Altimeter”, yaitu sebuah barometer aneroid yang dibuat sedemikian rupa sehingga skala-skalanya dapat menunjukkan altitude/ketinggian. Kesalahan pada saat pembacaan tekanan akan berakibat pada kesalahan dalam penyetelan altimeter, hal ini tentu saja akan mengakibatkan kesalahan penafsiran ketinggian pesawat oleh pilot, terutama pada saat mendarat.


Selain itu informasi tekanan juga berpengaruh terhadap ketinggian kerapatan udara (density height) yang kemudian mengacu pada daya angkat pesawat dan panjang landasan yang diperlukan pada saat pesawat lepas landas.

Berkas:Aircraft altimeter.JPG

Gbr: Altimeter pada pesawat terbang


Dampak Cuaca Buruk Terhadap Penerbangan

Cuaca Buruk pada saat penerbangan dapat disebabkan karena:

1. Turbulensi

Turbulensi adalah golakan udara yang umumnya tidak dapat dilihat. Hal ini dapat terjadi apabila langit cerah dan secara tiba-tiba tanpa diprediksi sebelumnya .

Penyebab:

  1. Suhu – Pemanasan dari matahari menyebabkan masa udara panas naik dan sebaliknya masa udara dingin turun, turbulensi jenis ini sering disebut dengan ”turbulensi thermis”
  2. Jet stream – Pergerakan yang sangat cepat arus udara pada level ketinggian yang tinggi, dan mempengaruhi udara disekitarnya.
  3. Pegunungan – Massa udara yang melewati pegunungan dan mengakibatkan turbulensi pada saat pesawat terbang diatasnya pada sisi yang lain. Turbulensi jenis ini sering disebut dengan “turbulensi mekanis”
  4. Wake turbulence – Turbulensi yang terjadi dekat dengan permukaan yang dilewati pesawat atau helikopter

Gbr: Macam-macam turbulensi yang membahayakan pesawat terbang

Keterangan animasi gambar:
1. Turbulensi akibat suhu
2. Turbulensi akibat jetstream
3. Turbulensi akibat pegunungan
4. Turbulensi akibat permuk
aan yang dilewati peasawat

2. Updraft dan Downdraft pada awan Cb

An updraft atau downdraft adalah pergerakan vertikal dari massa udara sebagai bagian dari fenomena cuaca. Hal ini dikarenakan perbedaan massa udara panas dengan massa udara dingin sehingga mengakibatkan massa udara yang lebih panas dari sekitarnya naik hingga suhunya sama dengan suhu sekitar, sedang massa udara yang suhunya lebih dingin turun. Keadaan ini mengakibatkan pesawat yang sedang berada di dalam dan di bawah badan awan Cb menjadi tidak stabil posisinya dan jika updrfat dan downdraft yang terjadi sangat kuat, akan mengakibatkan pesawat mengalami kejadian yang sering disebut dengan “turbulence”


Apabila kekuatan downdraft dari awan Cb sangat besar, maka kejadian ini disebut ”downburst”, dimana dapat menghasilkan angin vertikal turun yang sangat kencang dengan kecepatannya mencapai 240 km/jam. Dengan kecepatan vertikal yang lebih besar lagi hingga mencapai lebih dari 75 m/dtk atau 270 km/jam dan dirasakan dalam wilayah yang lebih besar dari 4 km, maka downdraft ini disebut dengan ”microbust”. Downdraft dan micobust harus dihindari oleh pilot karena dapat menyebabkan kecelakaan pesawat pada saat lepas landas maupun pendaratan.

Gbr: Kejadian downburst

Gbr: Kejadian microburst

3. Icing

Dalam penerbangan, kodisi icing merupakan kondisi dimana terbentuk es di permukaan badan pesawat, atau ketika karburator di dalam mesin pesawat membeku. Icing terjadi ketika uap air membeku di bawah titik beku. Fenomena ini tidak membahayakan penerbangan dengan seketika namun secara perlahan-lahan apabila kondisi ini dibiarkan terus-menerus. Hal ini akan mengakibatkan kerusakan mesin , pengurangan daya kerja , penambahan berat pesawat, mengganggu arus udara, dan meningkatkan kecepatan stall pesawat yang nantinya akan mengganggu kerja pesawat.

Gbr: Icing pada badan pesawat

4. Kilat

Sambaran kilat pada pesawat terbang akan merusakkan peralatan navigasi, juga sistem peralatan yang lainnya dalam pesawat. Selain itu sinar yang silau yang dipancarkan oleh kilat secara terus-menerus akan mengganggu pilot dalam menerbangkan pesawat, dalam hal ini pesawat yang digunkan bukanlah pesawat otomatis.

Gbr: Sambaran kilat pada pesawat


Latihan


Tim Pengembang untuk Materi Definisi Cuaca Penerbangan






Penulis
: Achmad Zakir

Pengkaji Media
: Gatot Pramono





Pemrogram
: Erdiyansyah Alim

Desain Grafis
: Yane Hendarrita





Quality Control
: Unavailable








UCHIHA

Anime Myspace Comments
Anime Myspace Comments
Anime Myspace Comments
Anime Myspace Comments

DUEL MAUT

Anime Myspace Comments
Anime Myspace Comments
Anime Myspace Comments
Anime Myspace Comments
Anime Myspace Comments
Anime Myspace Comments
Anime Myspace Comments

SIMBOLIC

Religious Myspace Comments

ALBUM GUE


KURS MATA UANG


GOYANG NGEBOR

zwani.com myspace graphic comments